~ Permata Ayu ~
Font

Saturday 29 June 2013

PERSALINAN SUNGSANG

PRINSIP DASAR

Jenis pimpinan persalinan sungsang

1.   Persalinan pervaginam

Berdasarkan tenaga yang dipakai dalam melahirkan janin pervaginam, persalinan per vaginam dibagi menjadi 3 yaitu:

a.   Persalinan spontan (spontaneous breech). Janin dilahirkan dengan kekuatan dan tenaga ibu sendiri. Cara ini lazim disebut cara Bracht.b.   Manual aid (partial breech extraction; assisted breech delivery). Janin dilahirkan sebagian dengan tenaga dan kekuatan ibu dan sebagian lagi dengan tenaga penolong.

c.   Ekstraksi sungsang (total breech extraction). Janin dilahirkan seluruhnya dengan memakai tenaga penolong.

2.   Persalinan per abdominam (seksio sesarea)

PROSEDUR PERTOLONGAN PERSALINAN SPONTAN

Tahapan

1.   Tahap pertama: fase lambat, yaitu mulai lahirnya bokong sampai pusar (skapula depan). Disebut fase lambat karena fase ini hanya untuk melahirkan bokong, yaitu bagian janin yang tidak berbahaya.

2.   Tahap kedua: fase cepat, yaitu mulai dari lahirnya pusar sampai lahirnya mulut. Disebut fase cepat karena pada fase ini kepala janin mulai masuk pintu atas panggul, sehingga kemungkinan tali pusat terjepit. Oleh karena itu fase ini harus segera diselesaikan dan tali pus.at segera dilonggarkan. Bila mulut sudah lahir, janin dapat bernapas lewat mulut.

3.   Tahap ketiga: fase lambat, yaitu mulai lahirnya mulut sampai seluruh kepala lahir. Disebut fase lambat karena kepala akan keluar dari ruangan yang bertekanan tinggi (uterus), ke dunia luar yang tekanannya lebih rendah, sehingga kepala harus dilahirkan secara perlahan-lahan untuk menghindari terjadinya perdarahan intra kranial (adanya ruptura tentorium serebelli).

Teknik

1.   Sebelum melakukan pimpinan persalinan penolong harus memperhatikan sekali lagi persiapan untuk ibu, janin, maupun penolong. Pada persiapan kelahiran janin harus selalu disediakan cunam Piper.

2.   Ibu tidur dalam posisi litotomi, sedang penolong berdiri di depan vulva. Ketika timbul his ibu disuruh mengejan dengan merangkul kedua pangkal paha. Pada waktu bokong mulai membuka vulva (crowning) disuntikkan 2-5 unit oksitosin intra muskulus. Pemberian oksitosin ini ialah untuk merangsang kontraksi rahim sehingga fase cepat dapat diselesaikan dalam 2 his berikutnya.

3.   Episiotomi dikerjakan pada saat bokong membuka vulva. Segera setelah bokong lahir, bokong dicengkam secara Bracht, yaitu kedua ibu jari penolong sejajar sumbu panjang paha, sedangkan jari-jari lain memegang panggul.

 4.   Pada setiap his ibu disuruh mengejan. Pada waktu tali pusat lahir dan tampak sangat teregang, tali pusat dikendorkan lebih dahulu.5.   Kemudian penolong melakukan hiperlordosis pada badan janin guna mengikuti gerakan rotasi anterior, yaitu punggung janin didekatkan ke perut ibu. Penolong hanya rnengikuti gerakan ini tanpa melakukan tarikan, sehingga gerakan tersebut hanya disesuaikan dengan gaya berat badan janin. Bersamaan dengan dimulainya gerakan hiperlordosis ini, seorang asisten melakukan ekspresi Kristeller pada fundus uterus, sesuai dengan sumbu panggul. Maksud ekspresi Kristeller ini ialah :a.   Agar tenaga mengejan lebih kuat, sehingga fase cepar dapat segera diselesaikan (berakhir).

b.   Menjaga agar kepala janin tetap dalam posisi fleksi.

c.   Menghindari terjadinya ruang kosong antara fundus uterus dan kepala janin, sehingga tidak terjadi lengan menjungkit.6.   Dengan gerakan hiperlordosis ini berturut-rurut lahir pusar, perut bahu dan lengan, dagu, mulut dan akhirnya seluruh kepala.

7.   Janin yang baru lahir diletakkan di perut ibu. Seorang asisten segera menghisap lendir dan bersamaan itu penolong memotong tali pusat.

8.   Keuntungan

a.   Tangan penolong tidak masuk ke dalam jalan lahir, sehingga mengurangi bahaya infeksi.

b.   Cara mi adalah cara yang paling mendekati persalinan fisiologik, sehingga mengurangi trauma pada janin.

9.   Kerugian

a.   5—10% persalinan secara Bracht mengalami kegagalan, sehingga tidak semua persalinan letak sungsang dapat dipimpin dengan cara Bracht.

b.   Persalinan secara Bracht mengalami kegagalan terutama dalam keadaan panggul sempit, janin besar, jalan lahir kaku misalnya pada primigravida, adanya lengan menjungkit atau menunjuk.

PROSEDUR MANUAL AID

(PARTIAL BREECH EXTRACTION)

Indikasi

1.   Persalinan secara Bracht mengalami kegagalan. misalnya bila terjadi kemacetan baik pada waktu melahirkan bahu atau kepala.

2.   Dari semula .memang hendak melakukan pertolongan secara manual aid. Di negara Amerika sebagian besar ahli kebidanan cenderung untuk melahirkan letak sungsang secara manual aid, karena mereka menganggap bahwa sejak pusar lahir adalah fase yang sangat berbahaya bagi janin, karena pada saat itulah kepala masuk ke dalam pintu atas panggul, dan kemungkinan besar tali pusat terjepit di antara kepala janin dan pintu atas panggul.

Tahapan

1.   Tahap pertama, lahirnya bokong sampai pusar yang dilahirkan dengan kekuatan tenaga ibu sendiri.

2.   Tahap kedua, lahirnya bahu dan lengan yang memakai tenaga penolong. Cara / teknik untuk melahirkan bahu dan lengan ialah secara:

a.   Klasik (yang seringkali disebut Deventer).

 b.  Mueller.

c.   Lovset.

d.   Bickenbach.                

3.   Tahap ketiga, lahirnya kepala.

Kepala dapat dilahirkan dengan cara:

a.   Mauriceau (Veit-Smellie).

b.   Najouks.c.   Wigand Martin-Winckel.

d.   Prague terbalik.

e.   Cunam Piper.

Teknik

Tahap pertama      :     dilakukan persalinan secara Bracht sampai pusar lahir

Tahap kedua         :     melahirkan bahu dan lengan oleh penolong.

Cara Klasik

1.   Prinsip melahirkan bahu dan lengan secara klasik ini ialah melahirkan lengan belakang lebih dahulu, karena lengan belakang berada di ruangan yang lebih luas (sakrum), baru kemudian melahirkan lengan depan yang berada di bawah simfisis. Tetapi bila lengan depan sukar dilahirkan, maka lengan depan diputar menjadi lengan belakang, yaitu dengan memutar gelang bahu ke arah belakang dan baru kemudian lengan belakang ini dilahirkan.

2.   Kedua kaki janin dipegang dengan tangan kanan penolong pada pergelangan kakinya dan dielevasi ke atas sejauh mungkin, sehingga perut janin mendekati perut ibu.

3.   Bersamaan dengan iru tangan kiri penolong dimasukkan ke dalam jalan lahir dan dengan jari tengah dan telunjuk menelusuri bahu janin sampai pada fosa kubiti kemudian lengan bawah dilahirkan dengan gerakan seolah-olah lengan bawah mengusap muka janin.4.   Untuk melahirkan lengan depan, pegangan pada pergelangan kaki janin diganti dengan tangan. kanan penolong dan ditarik curam ke bawah sehingga punggung janin mendekati punggung ibu.

5.   Dengan cara yang sama lengan depan dilahirkan.

6.   Bila lengan depan sukar dilahirkan, maka harus diputar menjadi lengan belakang. Gelang bahu dan lengan yang sudah lahir dicengkam dengan kedua tangan penolong sedemikian rupa sehingga kedua ibu jari tangan penolong terletak di punggung dan sejajar dengan sumbu badan janin sedaiig jari-jari lain mencengkam dada. Putaran diarahkan ke perut dan dada janin, sehingga lengan depan terletak di belakang. Kemudian lengan belakang ini dilahirkan dengan teknik tersebut di atas.

7.   Deventer melakukan cara Klasik ini dengan tidak mengubah lengan depan menjadi lengan belakang. Cara ini lazim disebut cara Deventer. Keuntungan cara Klasik ialah pada umumpya dapat dilakukan pada semua persalinan letak sungsang, tetapi kerugiannya ialah lengan janin masih relatif tinggi di dalam panggul, sehingga jari penolong harus masuk ke dalam jalan lahir yang dapat menimbulkan infeksi.

Cara Mueller

1.      Prinsip melahirkan bahu dan lengan secara Mueller ialah melahirkan bahu dan lengan depan lebih dahulu dengan ekstraksi, baru kemudian melahirkan bahu dan lengan belakang.2.   Bokong janin dipegang secara femuro-pelviks (duimbekken greep) yaitu kedua ibu jari penolong diletakkan sejajar spina sakralis media dan jari telunjuk pada krista iliaka dan jari-jari lain mencengkam paha bagian depan. Dengan pegangan ini badan janin ditarik curam ke bawah sejauh mungkin sampai bahu depan tampak di bawah simfisis, dan lengan depan dilahirkan dengan mengait lengan bawahnya.

3.   Setelah bahu depan dan lengan depan lahir, maka badan janin yang masih dipegang secara femuro-pelviks ditarik ke atas, sampai bahu belakang lahir. Bila bahu belakang tidak lahir dengan sendirinya, maka lengan belakang dilahirkan dengan mengait lengan bawah dengan kedua jari penolong. Keuntungan dengan teknik Mueller ini ialah tangan penolong tidak masuk jauh ke dalam jalan lahir, sehingga bahaya infeksi minimal.Cara Lovset

1.   Prinsip persalinan secara Lovset ialah memutar badan janin dalam setengah lingkaran bolak-balik sambil dilakukan traksi curam ke bawah sehingga bahu yang sebelumnya berada di belakang akhirnya lahir di bawah simfisis. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa adanya inklinasi antara pintu atas panggul dengan sumbu panggul dan bentuk lengkungan panggul yang mempunyai lengkungan depan lebih pendek dari lengkungan di belakang, sehingga setiap saat bahu belakang selalu dalam posisi lebih rendah dari bahu depan.

2.   Badan janin dipegang secara femuro-pelviks dan sambil dilakukan traksi curam ke bawah badan janin diputar setengah lingkaran, sehingga bahu belakang menjadi bahu depan. Kemudian sambil dilakukan traksi, badan janin diputar kembali kearah yang belawanan setengah  lingkaran, demikian seterusnya bolak-balik, sehingga bahu belakang tampak di bawah simfisis dan lengan dapat dilahirkan.

3.   Bila lengah japin tidak dapat lahir dengan sendirinya, maka lengan janin ini dapat, dilahirkan dengan mengait lengan bawah dengan jari penolong.4.   Keunrungan cara Lovset.

a.   Teknik yang sederhana dan jarang gagal.

b.   Dapat dilakukan pada segala macam letak sungsang tanpa memperhatikan

posisi lengan.

c.   Tangan penolong tidak masuk ke dalam jalan lahir, sehingga bahaya infeksi minimal.

5.   Cara Lovset ini dianjurkan dalam memimpin persalinan letak sungsang pada keadaan-keadaan di mana diharapkan akan terjadi kesukaran, misalnya:

      a.   Primigravida.

      b.   Janin yang besar.

      c.   Panggulyang relatif sempit.

Melahirkan lengan menunjuk (uchal arm)

1.   Yang dimaksud lengan menunjuk ialah bila salah satu lengan janin melingkar di belakang leher dan menunjuk ke suatu arah. Berhubung dengan posisi lengan semacam ini tidak mungkin dilahirkan karena tersangkut di belakang lener, maka lengan tersebut harus dapat diubah sedemikian rupa, sehingga terletak di depan dada.

 

2.   Bila lengan belakang yang menunjuk, maka badan atas janin dicengkam dengan kedua tangan penolong, sehingga kedua ibu jari diletakkan pada punggung janin sejajar sumbu panjang badan. Sedang jari-jari lain mencengkam dada. Badan anak diputar searah dengan arah lengan menunjuk ke arah belakang (sakrum), sehingga lengan tersebut terletak di depan dada dan menjadi lengan belakang. Kemudian lengan ini dilahirkan dengan cara Klasik.

3.   Bila lengan depan yang menunjuk, maka dilahirkan dengan cara yang sama, hanya cara memegang badan atas dibalik, yaitu ibu jari diletakkan di dada dan jari lain mencengkam punggung.Melahirkan lengan menjungkit

            Yang dimaksud lengan menjungkit ialah bila lengan dalam posisi lurus ke atas di samping kepala Cara terbaik untuk melahirkan lengan menjungkit ialah dengan cara Lovset. Perlu diingat, bila sedang melakukan pimpinan persalinan secara Bracht, kemudian terjadi kemacetan bahu dan lengan, maka harus dilakukan periksa dalam apakah kemacetan tersebut karena kelainan posisi lengan tersebut di atas.

Tahap ketiga: melahirkan kepala yang menyusul (after coming head).

Cara Mauriceau (Veit-Smellie)

1.   Tangan penolong yang sesuai dengan muka janin dimasukkan ke dalam jalan lahir. Jari tengah dimasukkan ke dalam mulut dan jari telunjuk, dan jari keempat mencengkam fosa kanina, sedang jari lain mencengkam leher. Badan anak diletakkan di atas lengan bawah penolong, seolah-olah janin menunggang kuda. Jari telunjuk dan jari ketiga penolong yang lain mencengkam leher janin dari arah punggung.

2.      Kedua tangan penolong meriarik kepala janin curam ke bawah sambil seorang asisten melakukan ekspresi Kristeller. Tenaga tarikan terutama dilakukan oleh tangan penolong yang mencengkam leher janin dari arah punggung. Bila suboksiput tampak di bawah simfisis, kepala janin dielevasi ke atas dengan suboksiput sebagai hipomoklion sehingga berturut-turut lahir dagu, mulut, hidung, mata, dahi, ubun-ubun besar dan akhimya lahirlah seluruh kepala janin.

Cara Naujoks

Teknik ini dilakukan bila kepala masih tinggi, sehingga jari penolong tidak dapat dimasukkan ke dalam mulut janin. Kedua tangan penolong mencengkam leher janin dari arah depan dan belakang. Kedua tangan penolong menarik bahu curam ke bawah dan bersamaan dengan itu seorang asisten mendorong kepala janin ke arah bawah. Cara ini tidak dianjurkan karena menimbulkan trauma yang berat pada sumsum tulang di daerah leher.

Cara Prague terbalik

Teknik Prague terbalik dipakai bila oksiput dengan ubun-ubun kecil berada di belakang dekat sakrum dan muka janin menghadap simfisis. Satu tangan penolong mencengkam leher dari arah bawah dan punggung janin diletakkan pada telapak tangan penolong. Tangan penolong yang lain memegang kedua pergelangan kaki. Kaki janin ditarik ke atas bersamaan dengan tarikan pada bahu janin, sehingga perut janin mendekati perut ibu. Dengan taring sebagai hipomoklion, kepala janin dapat dilahirkan.

Cara cunam Piper

1.   Cunam Piper dibuat khuius untuk melahirkan kepala janin pada letak sungsang, sehingga mempunyai bentuk khusus, yaitu:

a.   daun cunam berfenestra, yang mempunyai lengkungan panggul yang agak mendatar (baik untuk pemasangan yang tinggi).

 b. tangkainya panjang, melengkung ke atas dan terbuka, keadaan ini dapat menghindari kompresi yang berlebihan pada kepala janin.

2.   Seorang asisten memegang badan janin pada kedua kaki, dan kedua lengan janin diletakkan di punggung janin. Kemudian badan janin dielevasi ke atas, sehingga punggung janin mendekati punggung ibu.

3.      Pemasangan cunam pada after coming bead tekniknya sama dengan pemasangan cunam pada letak belakang kepala. Hanya pada kasus ini cunam dimasukkan dari arah bawah, yaitu sejajar dengan pelipatan paha belakang. Setelah suboksiput. Tampak di bawah simfisis, maka cunam dielevasi ke atas dan dengan suboksiput sebagai hipomoklion, berturut-turut lahir dagu, mulut, muka, dahi dan akhirnya seluruh kepala lahir.


Thursday 27 June 2013

DETEKSI DINI KOMPLIKASI MASA NIFAS




POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN
JURUSAN KEBIDANAN
BANDA ACEH
2013




KATA PENGANTAR

Syukur  kehadirat Allah SWT atas berkah dan karunia-Nya penulis dapat menyusun dan menyelesaikan makalah ini yang berjudul “ DETEKSI DINI KOMPLIKASI MASA NIFAS “ Penulis menyadari akan banyak kekurangan dalam menyusun karya tulis ini, akan tetapi meski demikian penulis berharap makalah ini akan bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.
Makalah ini tidak mungkin terwujud tanpa adanya bantuan, arahan, bimbingan dan nasehat dari semua pihak. Sehingga penulis dapat menyelesaikaan karya tulis ini. Maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dosen pembimbing.
Semoga seluruh amal baik ibu/bapak mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT.


Banda Aceh, 24 Maret 2013




DAFTAR ISI

                                                                                                                                               Hal
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………………………………….         1
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………………………………..         2

BAB I    PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang……………..………………………………………………………………………….…..         3
B.      Tujuan................................................................................................................         4

BAB II  TINJAUAN TEORITIS
A.      Perdarahan pervaginam postpartum……………………………………………………………          5
B.      Infeksi masa nifas………………………………………………..……………………………………….         6
C.      Jadwal Kunjungan Di Rumah………………………………………………..………………………          13
a.      Kunjungan 1 (6-8 jam setelah persalinan)………………………………………………          14
b.      Kunjungan 2 (6 hari setelah persalinan)………………………………………………….         15
c.       Kunjungan 3 ( 2-4 minggu setelah persalinan)………………………………………..         16
d.      Kunjungan 4 (4-6 minggu setelah persalinan)…………………………………………         17

BAB III PEMBAHASAN
1.      Hasil penelitian…………………………………………………………………………………………….          22
2.      Fakta di lapangan…………………………………………………………………………………………          24

BAB IPENUTUP
A.      Kesimpulan........................................................................................................         26
B.      Saran..................................................................................................................         26

DAFTAR PUSTAKA……………………………….…………………………………………………………………….         27















BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Masa nifas merupakan masa yang diawali sejak beberapa jam setelah plasenta lahir dan berakhir setelah 6 minggu setelah melahirkan. Akan tetapi seluruh organ kandungan baru pulih kembali, seperti dalam keadaan sebelum hamil dalam waktu 3 bulan setelah bersalin.
Masa nifas tidak kalah penting dengan masa-masa ketika hamil, karena pada saat ini organ-organ reproduksi sedang mengalami proses pemulihan setelah terjadinya proses kehamilan dan bersalin.
Masa nifas dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu pasca nifas, masa nifas  dini, dan masa nifas lanjut, yang masing-masing memiliki cirri khas tertentu. Pasca nifas adalah masa setelah persalinan sampai 24 jam sesudahnya (0-24 jam setelah melahirkan). Masa nifas dini adalah masa permulaan nifas yaitu 1 hari sesudah melahirkan sampai 7 hari lamanya (1 minggu pertama). Masa nifas lanjut adalah 1 minggu sesudah melahirkan sampai dengan 6 minggu setelah melahirkan.
Periode pasca persalinan meliputi masa transisi kritis bagi ibu, bayi dan keluarganya secara fisiologis, emosional dan social. Baik di Negara maju maupun Negara berkembang, perhatian utama bagi ibu dan bayi terlalu banyak tertuju pada masa kehamilan dan persalinan, sementara keadaan yang sebenarnya justru merupakan kebalikannya, oleh karena resiko kesakitan dan kematian ibu serta bayi lebih sering terjadi pada masa pascapersalinan. Keadaan ini terutama disebabkan oleh konsekuensi ekonomi, disamping ketidaktersediaan pelayanan atau rendahnya peranan pasilitas kesehatan dalm menyediakan pelayanan kesehatan yang cukup berkualitas. Rendahnya kualitas pelayanan kesehatan juga menyebabkan rendahnya keberhasilan promosi kesehatan dan deteksi dini sera penatalaksanaan yang adekuat terhadap masalah dan penyakit yang timbul pada masa pascapersalinan (Saifuddin, 2008). 
Walaupun menderita nyeri dan tidak nyaman, kelahiran bayi biasanya merupakan peristiwa yang menyenangkan karena dengan berakhirnya masa kehamilan yang telah lama ditunggu-tunggu dan dimulainya suatu kehidupan baru. Namun kelahiran bayi juga merupakan suatu masa kritis bagi kesehatan ibu. Kemungkinan timbul masalah atau penyulit
Cakupan kunjungan ibu nifas pada tahun 2009 adalah 71,54%, sementara target cakupan kunjungan ibu nifas pada tahun 2015 adalah 90%. Berdasarkan data dari profil kesehatan tahun 2009 cakupan kunjungan masa nifas di Jawa Tengah yaitu 73, 38%.

B.      Tujuan
Tujuan umum
Agar mahasiswi mengetahui apa saja yang termasuk dalam deteksi dini komplikasi masa nifas.
Tujuan khusus
1.      Mahasiswi dapat mengetahui apa itu perdarahan post partum
2.      Mahasiswi dapat mengetahui apa saja yang termasuk kedalam infeksi masa nifas
3.      Mahasiswi dapat mengetahui kapan jadwal kunjungan dirumah
4.      Mahasiswi dapat mengetahui hasil penelitian tentang penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas








BAB II
TINJAUAN TEORITIS


DETEKSI DINI KOMPLIKASI MASA NIFAS
A.     Perdarahan pervaginam postpartum
Defenisi perdarahan pervaginam 500 ml atau lebih, sesudah anak lahir atau setelah kala III. Perdarahan ini bisa terjadi segera begitu ibu melehirkan terutama di dua jam pertama. Kalau terjadi perdarahan, maka tinggi rahim akan bertambah naik, tekanan darah menurun, dan denyut nadi ibu menjadi cepat.

1.      Klasifikasi klinis

Perdarahan Pasca Persalinan primer yakni perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama, penyebab : atonia uteri, retensio plasenta, dan robekan jalan lahir.
Perdarahan Pasca Persalinan Sekunder, yakin perdarahan yang terjadi setelah 24 jam pertama, penyebab : robekan jalan lahir dan sisa plasenta atau membran.

2.      Etiologi dan faktor Predisposisi
Penyebab perdarahan pasca persalinan ada beberapa sebab antara lain :
a.      Atonia uteri (>75%), atau uteri tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan  pemijatan fundus uteri (plasenta telah lahir)
b.      Robekan (laserasi, luka) jalan lahir atau robekan yang terjadi pada jalan lahir bisa disebabkan oleh robekan spontan atau memang sengaja di lakukan episiotomi, robekan jalan lahir dapat terjadi ditempat : Robekan serviks, perlukaan vagina, robekan perinium.
c.       Retensio Plasenta dan sisa plasenta (plasenta tertahan didalam rahim baik sebahagian atau seluruhnya)
d.      Inversio Uterus (uterus keluar dari rahim)
e.      Gangguan pembekuan darah (koagulopati)

Penanganan umum
a.      Hentikan perdarahan
b.      Cegah atau atasi syok
c.       Ganti darah yang hilang :diberi infus cairan ( larutan garam fisiologis, plasma ekspander, Dextran – L), tranfusi darah kalau perlu oksigen.

B.   Infeksi masa nifas
Infeksi nifas merupakan masuknya bakteri pada traktus genetalia, terjadi sesudah melahirkan, kenaikan suhu sampai 38 derajat selsius atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama pasca persalinan, dengan mengecualikan 24 jam pertama.

Etiologi
Organisme pada bekas implantasi plasenta atau laserasi akibat persalianan adalah Kuman anaerob : kokus gram positif (peptostreptokok, peptokok, bakteriodes dan clostridium).
Kuman aerob : gram positif dan E. Coli

Faktor Predisposisi
1.      Semua keadaan yang dapat menurunkan daya tahan tubuh.
2.      Partus lama dengan ketuban pecah lama.
3.      Tertinggalnya sisa plasenta, selaput dan bekuan darah.
4.      Teknik aseptik yang tidak baik dan benar
5.      Pemeriksaan vagina selama persalinan
6.      Manipulasi intrauterus
7.      Trauma/luka terbuka
8.      Hematom dan hemoragi (darah hilang lebih dari 1000 ml)
9.      Perawatan perinium yang tidak tepat              
10.  Infeksi vagina /servik atau penyakit menular seksual yang tidak ditangani


Macam – macam infeksi masa nifas
1.      Infeksi perinium, vulva, vagina dan serviks :
Nyeri serta panas pada tempat infeksi dan kadang –kadang perih bila kencing. Bila getah radang bisa keluar, biasanya keadaan nya tidak berat, suhu 38 derajat dan nadi dibawah 100 per menit. Bila luka terinfeksi tertutup oleh jahitan dan getah bening tidak dapat keluar, demam bisa naik sampai 39 – 40, disertai mengigil.

2.      Endometritis
Tanda – tanda dan gejala
a. Takikardi
b. Suhu, 38 – 40 derajat celcius
c. Menggigil
d. Nyeri tekan uterus
e. subinvolusi
f. distensi abdomen
g. lokea sedikit dan tidak berbau, atau banyak, berbau busuk, mengandung darah, dan seropuralen
h. jumlah sel darah putih meningkat

Penanganan Endrometritis :
rujuk kerumah sakit, konsultasi dokter, diberikan obat anti mikroba spektum luas atau terapi antiobiotik tripel, biasanya secara IV, pulangkan jika dalam 24 jam tidak terjadi panas.

3.      Septikemia dan piemia
Pada septikimia, penderita sudah sakit dan lemah. Sampai tiga hari postpartum suhu meningkat dengan cepat, biasanya disertai mengigil. Selanjutnya, suhu berkisar antara 39 – 40 derajat celcius, keadaan cepat memburuk, nadi menjadi cepat ( 140 -160 kali /menit atau lebih). Penderita meninggal dalam enam sampai tujuh hari postpartum. Jika ia hidup terus, gejala – gajala menjadi piema.
4.      Peritonitis
Pada peritonitis umum terjadi peningkatan suhu tubuh, nadi cepat dan kecil, perut kembung dan nyeri, dan ada defense musculaire. Muka yang semula kemerah-merahan menjadi pucat, mata cekung, kulit muka dingin, terdapat fasies hippocratica. Pada peritonitis yang terbatas didaerah pelvis, gejala tidak seberat peritonitis umum.
yang dapat dilakukan adalah nasogastritik suction, berikan infus( Nacl atau Ringer Laktat), antiobiotik sehingga bebas panas selama 24 jam ( ampisilin 2 gr IV, kemudian 1 gr setiap 6 jam, ditambah gentamisin 5 mg/kg BB IV dosis tunggal/hari dan metronidazole 500 mg IV setiap 8 jam). Laparatomi dilakukan pembersihan perut (peritoneal lavage).

5.      Selulitis pelvic
Selulitis pelvika ringan dapat menyebabkan suhu yang meninggi dalam nifas. Bila suhu tinggi menetap lebih dari satu minggu disertai dengan rasa nyeri dikiri atau dikanan dan nyeri pada pemeriksaan dalam, hal ini patut dicurigai terhadap kemungkinan selulitis pelvik. Pada pemeriksaan dalam dapat diraba tahanan padat dan nyeri disebelah uterus dan tahanan ini yang berhubungan erat dengan tulang panggul, dapat meluas keberbagai jurusan. Ditengah –tengah jaringan yang meradang itu bisa tumbuh abses.

6.      Salpingitis dan ooforitis
Gejala salpingitis dan ooforitis tidak dapat dipisahkan dari pelvio peritonitis. Penyebaran melalui permukaan endometrium. Kadang –kadang jaringan infeksi menjalar ketuba fallopii dan ovarium disini terjadi salpingitis dan / abfritis yang sukar dipisahkan dari polvio peritonitis.

7.      Tromboflebitis
Perluasan infeksi nifas yang mengikuti aliran darah disepanjang vena dan cabang- cabangnya. Tromboflebitis, dikelompokan sebagai berikut :
Ø  Pelvio tromboflebitis
a.      Nyeri pada perut bagian bawah atau samping, pada hari ke 2-3 masa nifas dengan atau tanpa panas
b.      Tampak sakit berat, menggigil berulang kali, suhubadan naik turun secara tajam, dapat berlangsung selama 1-3 bulan
c.       Terdapat leukositas
d.      Pada periksa dalam hampir tidak ditemukan apa-apa karena yang paling banyak terkena ialah vena ovarika yang sukar pada pemeriksaan dalam.

Ø  Tromboflebitis femoralis
a.      Keadaan umum yang baik, subfebris selama 7-10 hari, kemudiaan naik pada hari ke 10 – 20,yang disertai menggigil dan nyeri.
b.      Pada salah satu kaki (biasanya kaki kiri), tanda –tanda seperti kaki sedikit fleksi dan rotasi keluarserat sulit bergerak, lebih panas dibandingkan dengan kaki yang lain. Nyeri hebat pada lipatan paha. Edema kadang –kadang terjadi sebelum atau setelah nyeri.

Penanganan :
a.      Kaki ditinggikan untuk mengurangi edema, lakukan kompresi pada kaki, setelah mobilisasi kaki hendaknya tetap dibalut elastik atau memakai kaus kaki panjang selama mungkin.
b.      Kondisi ibu jelek, sebaiknya jangan menyusui.
c.       Antiobiotik dan analgesic

Pencegahan infeksi nifas
Masa kehamilan :
mengurangi atau mencegah faktor – faktor predisposisi, pemeriksaan dalam jaringan dilakukan kalau tidak ada indikasi yang perlu, koitus pada hamil tua hendaknya dihindari atau dikurangi dan dilakukan hati – hati .
Selama persalinan :
hindari partus terlalu lama dan ketuban pecah lama, menyelesaikan persalinan dengan trauma sedikit mungkin, perlukaan jalan lahir dijahit sebaik – baiknya dan menjaga sterilitas, mecegah terjadinya perdarahan banyak, semua petugas dalam kamar bersalin harus menutup hidung dan mulut dengan masker, yang menderita infeksi pernafasan tidak diperbolehkan masuk kekamar bersalin, alat – alat dan kain-kain yang dipakai harus dicuci hama, hindari pemeriksaan dalam berulang-ulang.

Selama nifas :
luka dirawat dengan baik jangan sampai kena infeksi, alat –alat dan pakaian serta kain yang digunakan harus steril, penderita dengan infeksi nifas sebaiknya tidak bercampur dengan ibu sehat, pengunjung- pengunjung dari luar hendaknya pada hari –hari pertama dibatasi sedapat mungkin.

Komplikasi lain yang harus diwaspadai :
a.      Sakit kepala, nyeri epigastrik, penglihatan kabur
b.      Pembengkakan diwajah atau ekstremitas
c.       Demam, muntah, rasa sakit waktu berkemih
d.      Payudara yang berubah menjadi merah, panas, dan atau terasa sakit
e.      Kehilanga nafsu makan dalam waktu yang lama
f.        Rasa sakit, merah, lunak, dan pembengkakan di kaki
g.      Merasa sedih atau tidak mampu mengasuh sendiri bayinya dan diri sendiri

Persiapan Pasien Pulang
a.      Mengajari ibu tanda-tanda bahaya.
Ajarkan ibu jika melihat hal-hal berikut atau perhatikan bila ada sesuatu yang tidak beres, sehingga perlu menemui seseorang bidan dengan segera :
1)      Pendarahan hebat atau peningkatan pendarahan secara tiba-tiba (melebihi haid biasa atau jika pendarahan tersebut membasahi lebih dari 2 pembalut dalam waktu setengah jam)
2)      Pengeluaran cairan vaginal dengan bau busuk yang keras
3)      Rasa nyeri diperut bagian bawah atau punggung
4)      Sakit kepala yang terus-menerus, nyeri epigastrik, atau masalah penglihatan
5)      Pembekangkan pada wajah dan tangan
6)      Demam, muntah, rasa sakit saat berkemih atau merasa tidak enak badan Payudara merah, panas,dan/atau sakit
7)      Kehilangan selera makan untuk waktu yang lama
8)      Rasa sakit, warna merah, nyeri tekan dan/atau pembengkakan pada kaki
9)      Merasa sedih atau merasa tidak mampu mengurus diri sendiri dan bayinya Merasa sangat letih atau nafas terengah-engah

b.      Mengajari ibu proses fisiologis masa pasca bersalin dan perilaku yang baik pada kondisi tersebut.
1)      Pengeluaran lokia. Setelah bersalin, rahim berusaha memulihkan keadaanya sendiri dengan cara membersihkan lapisan bagian luar dan membangun kembali lapisan baru dari dalam. Ketika ia menguras lapisan lama, kotoran tersebut akan keluar melalui vagina seperti saat datang bulan. Warna dan konsistensinya akan berubah seiring waktu. Jelaskan tentang jumlah dan konsistensisnya yang normal dari lokia. Sangat penting menjaga kebersihan, mengganti pembalut secara teratur, dan menjaga vagina tetap kering dan bersih.
2)      Nyeri setelah kelahiran pada fundus. Mulas terjadi karena rahim berkontaraksi agar ia dapat kembali ke keadaan sebelum hamil. Selain itu, dipengaruhi oleh pemberian obat-obatan dan proses menyusui. Ada beberapa hal yang dapat ibu lakukan untuk mengatasi rasa nyeri, antara lain:
a)      Cegah agar kandung kemih tidak penuh
b)      Berbaring telungkup dengan sebuah bantal dibawah perut
c)      Mandi, duduk, berjalan-jalan, atau mengubah posisi
d)      Minum parasetamol kira-kira satu jam sebelum menyusui
e)      Pastikan ibu mengerti bahwa kontraksi ini sangat penting untuk mengendalikan pendaraha
3)      Perineum. Vagina dan vulva akan sedikit memerah, bengkak, lecet dan nyeri, mungkin juga terluka. Selain itu, terasa alebih lembut. Biasanya akan hilang setelah 1-2 minggu. Tindakan untuk mengurangi rasa nyeri :
a)      Kompres es
b)      Rendam duduk
c)      Latihan Kegel
4)      Hemoroid. Sangat wajar terjadi hemoroid karena tekanan kepala dan upaya meneran. Ada beberapa hal untuk mengurangi rasa nyeri ini, yaitu :
a)      Rendam duduk
b)      Hindari duduk terlalu lama
c)      Banyak minum dan makan makanan berserat
d)      Bidan dapat menggunakan salep Nupercainal
5)      Diuresis/diaforesi. Saat hamil, tubuh menyimpan cairan yang banyak. Setelah lahir, tubuh membuangnya lewat urine dan keringat. Hal ini terjadi pada minggu pertama pascabersalin. Anjurkan ibu untuk tidak menghambat proses ini. Tetaplah minum air putih yang banyak, hindari menahan berkemih, kenakan pakaian yang menyerap keringat, dan lain-lain
a)      Bengkak dan pembesaran payudara. Lakukan beberapa hal berikut.
b)      Kompres hangat payudara dengan kain atau handuk yang dihangatkan, atau mandi air hangat.
c)      Jika bengkak, perah ASI secara manual sebelum memberikanya pada bayi.
d)      Jika bayi sudah kenyang dan payudara masih penuh, perah susu secara manual.
e)      Gunakan BH/bra yang baik.
f)       Jika perlu, minum parasetamol untuk mengurangi rasa sakit.
6)      Hubungan seksual. Dapat dilakukan pada minggu ke-2 sampai minggu ke-4 jika tidak ada pendarahan dan luka episiotomi sudah sembuh. Untuk mengurangi rasa nyeri, gunakan lubrikasi. Penetrasi penis

C.      Jadwal Kunjungan Di Rumah
Ibu nifas sebaiknya paling sedikit melakukan 4 kali kunjungan masa nifas dilakukan untuk menilai keadaan ibu dan bayi baru lahir dan untuk mencegah, mendeteksi dan menangani masalah–masalah yang terjadi. Dimana hal ini dilakukan untuk menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologik, melaksanakan skirining yang komperhensif, mendeteksi masalah, mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya, memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi, keluarga berencana, menyusui, pemberian imunisasi kepada bayinya dan perawatan bayi sehat, serta memberikan pelayanan keluarga berencana.
Namun dalam pelaksanaan kunjungan masa nifas sangat jarang terwujud dikarenakan oleh beberapa faktor diantaranya yaitu faktor fisik dan lingkungan ibu yang biasanya ibu mengalami keletihan setelah proses persalinan dan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk beristirahat, sehingga mereka enggan untuk melakukan kunjungan nifas kecuali bila tenaga kesehatan dalam hal ini bidan yang melakukan pertolongan persalinan datang melakukan kunjungan ke rumah ibu. Dilihat dari faktor lingkungan dan keluarga juga berpengaruh dimana biasanya ibu setelah melahirkan tidak dianjurkan untuk berpergian sendiri tanpa ada yang menemani sehingga ibu memiliki kesulitan untuk menyesuaikan waktu dengan anggota keluarga yang bersedia untuk mengantar ibu melakukan kunjungan nifas.
Asuhan post partum di rumah difokuskan pada pengkajian, penyuluhan dan konseling. Dalam memberikan asuhan kebidanan di rumah bidan dan keluarga diupayakan dapat berinteraksi dalam suasana yang respek dan kekeluargaan. Tantangan yang dihadapi bidan dalam melakukan pengkajian dan peningkatan perawatan pada ibu dan bayi di rumah pada pelaksanaannya bisa cukup umur, sehingga bidan akan memberi banyak kesempatan untuk menggunakan keahlian berpikir secara kritis untuk meningkatkan suatu pikiran kreatif perawatan bersama keluarga.

1.      Perencanaan Kunjungan Rumah
a.      Merencanakan kunjungan rumah dalam waktu tidak lebih dari 24-48 jam setelah kepulangan klien ke rumah
b.      Pastikan keluarga telah mengetahui rencana mengenai kunjungan rumah dan waktu kunjungan bidan ke rumah telah direncanakan bersama anggota keluarga.
c.       Menjelaskan maksud dan tujuan kunjungan.

2.      Keamanan merupakan hal yang harus dipikirkan oleh bidan.
Tindakan kewaspadaan ini dapat meliputi:
a.      Mengetahui dengan jelas alamat yang lengkap arah rumah klien
b.      Gambar rute alamat klien dengan peta sebelum berangkat perhatikan keadaan disekitar lingkungan rumah klien
c.       Beritahu rekan kerja anda ketika anda pergi untuk kunjungan
d.      Beri kabar kepada rekan anda segera setelah kunjungan selesai (Ambar, 2009).
Kesehatan ibu merupakan komponen yang sangat penting dalam kesehatan reproduksi karena seluruh komponen yang lain sangat dipengaruhi oleh kesehatan ibu. Apabila ibu sehat maka akan menghasilkan bayi yang sehat yang akan menjadi generasi kuat. Ibu yang sehat juga menciptakan keluarga sehat dan bahagia.

Jadwal kunjungan rumah paling sedikit dilakukan 4x, yaitu diantaranya :
a.      Kunjungan 1 (6-8 jam setelah persalinan)
Kunjungan pertama dilakukan setelah 6-8 jam setelah persalinan, jika memang ibu melahirkan dirumahnya. Kunjungan dilakukan karena untuk jam-jam pertama pasca salin keadaan ibu masih rawan dan perlu mendapatkan perawatan serta perhatian ekstra dari bidan, karena 60% ibu meninggal pada saat masa nifas dan 50% meninggal pada saat 24 jam pasca salin.
Adapun tujuan dari dilakukan kunjungan tersebut ialah :
1)      Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri
2)      Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga bagaimana mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri.
3)      Pemberi ASI awal : bidan mendorong pasien untuk memberikan ASI secara ekslusif, cara menyusui yag baik, mencegah nyeri puting dan perawatan puting (Meilani, 2009: 54)
4)      Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hipotermi.
5)      Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan, rujuk jika perdarahan berlanjut.
6)      Jika petugas kesehatan menolong persalinan, ia harus tinggal dengan ibu dan bayi baru lahir untuk 2 jam pertama setelah kelahiran atau sampai ibu dan bayi dalam keadaan stabil .
7)      Perdarahan : bidan mengkaji warna dan banyaknya/ jumlah yang semestinya, adakah tanda-tanda perdarahan yang berlebihan, yaitu nadi cepat dan suhu naik, uterus tidak keras dan TFU menaik.
8)      Involusi uterus : bidan mengkaji involusi uterus dan beri penjelasan ke pasien mengenai involusi uterus.
9)      Pembahasan tentang kelahiran, kaji perasaan ibu.
10)  Bidan mendorong ibu untuk memperkuat ikatan batin antara ibu dan bayi (keluarga), pentingnya sentuhan fisik, komunikasi dan rangsangan.
11)  Bidan memberikan penyuluhan tentang tanda-tanda bahaya baik bagi ibu maupun bayi dan rencana menghadai kegawat daruratan (Meilani, 2009: 54).

b.      Kunjungan 2 (6 hari setelah persalinan)
Kunjungan kedua dilakukan setelah enam hari pasca salin dimana ibu sudah bisa melakukan aktivitasnya sehari-hari seperti sedia kala.
Tujuan dari dilakukannya kunjungan yang kedua yaitu :
1)      Memastikan involusi uterus berjalan normal, uterus berkontraksi, fundus dibawah umbikalis, tidak ada perdarahan abnormal, tidak ada bau.
2)      Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan tanda-tanda penyulit.
3)      Memberikan konseling pada ibu mengenai seluruh asuhan pada bayi, tali pusat, menjaga bayi tetap hangat, dan merawat bayi sehari-hari .
4)      Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan abnormal.
5)      Memastikan ibu mendapatkan cukup makanan, cairan dan istirahat
6)      Diet : makanan seimbang, banyak mengandung protein, serat dan air sebanyak 8-10 gelas per hari untuk mencegah konstipasi kebutuhan kalori untuk laktasi, zat besi, vitamin A.
7)      Kebersihan/ perawatan diri sendiri, terutama putting susu dan perineum.
8)      Senam kegel serta senam perut yang ringan tergantung pada kondisi ibu.
9)      Kebutuhan akan istirahat : cukup tidur.
10)  Bidan mengkaji adanya tanda-tanda post partum blues.
11)  Keluarga berencana melanjutkan hubungan seksual setelah selesai masa nifas.
12)  Tanda-tanda bahaya : kapan dan bagaimana menghubungi bidan jika ada tanda-tanda bahaya
13)  Perjanjian untuk pertemuan berikutnya (Meilani, 2009: 54).

c.       Kunjungan 3 ( 2-4 minggu setelah persalinan)
1)      Kunjungan ke tiga dilakukan setelah 2 minggu pasca dimana untuk teknis pemeriksaannya sama persis dengan pemeriksaan pada kunjungan yang kedua. Untuk lebih jelasnya tujuan daripada kunjungan yang ketiga yaitu :
2)      Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan abnormal
3)      Memastikan ibu mendapatkan cukup makanan, cairan dan istirahat
4)      Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan tanda-tanda penyulit
5)      Memberikan konseling pada ibu mengenai seluruh asuhan pada bayi, tali pusat, menjaga bayi tetap hangat, dan merawat bayi sehari-hari .
6)      Gizi : zat besi/ folat, makanan yang bergizi
7)      Menentukan dan menyediakan metode dan alat KB
8)      Senam : rencana senam lebih kuat dan menyeluruh setelah otot abdomen kembali normal
9)      Keterampilan membesarkan dan membina anak
10)  Rencana untuk asuhan selanjutnya bagi ibu
11)  Rencana untuk chek-up bayi serta imunisasi

d.      Kunjungan 4 (4-6 minggu setelah persalinan)
Untuk kunjungan yang ke empat lebih difokuskan pada penyulit dan juga keadaan laktasinya. Lebih jelasnya tujuan dari kunjungan ke empat yaitu :
1)      Menanyakan pada ibu tentang penyulit-penyulit yang ia atau ibu hadapi
2)      Tali pusat harus tetap kencang
3)      Perhatikan kondisi umum bayi
4)      Memberikan konseling mengenai imunisasi, senam nifas serta KB secara dini

Tindakan yang baik untuk asuhan masa nifas normal pada ibu di rumah yaitu:
1.      Kebersihan Diri
a.      Menganjurkan kebersihan seluruh tubuh.
b.      Mengajarkan ibu bagaimana membersihkan daerah kelamin dengan sabun dan air. Pastikan bahwa ia mengerti untuk membersihkan daerah di sekitar vulva terlebih dahulu dari depan ke belakang baru kemudian membersihkan daerah sekitar anus. Nasehatkan ibu untuk membersihkan diri setiap kali selesai buang air kecil atau besar.
c.       Menyarankan ibu untuk mengganti pembalut atau kain pembalut setidaknya dua kali sehari. Kain dapat digunakan ulang jika telah dicuci dengan baik, dan dikeringkan di bawah matahari atau disetrika.
d.      Menyarankan ibu untuk mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah membersihkan daerah kelaminnya.
e.      Jika ibu mempunyai luka episiotomi atau laserasi, sarankan kepada ibu untuk menghindari menyentuh daerah luka.
2.      Istirahat
a.      Menganjurkan ibu untuk istirahat cukup untuk mencegah kelelahan yang berlebihan.
b.      Menyarankan ibu untuk kembali ke kegiatan-kagiatan rumah tangga biasa secara perlahan-lahan, serta untuk tidur siang atau beristirahat selagi bayi tidur.
c.       Menjelaskan kepada ibu bahwa kurang istirahat akan mempengaruhi ibu dalam berbagai hal :
1)      Mengurangi jumlah ASI yang diproduksi
2)      Memperlambat proses involusi uterus dan memperbanyak perdarahan
3)      Menyebabkan depresi dan ketidakmampuan untuk merawat bayi dan dirinya sendiri
3.      Latihan
a.      Mendiskusikan pentingnya mengembalikan otot-otot perut dan panggul kembali normal. Ibu akan merasakan lebih kuat dan ini menyebabkan otot perutnya menjadi kuat sehingga mengurangi rasa sakit pada punggung.
b.      Menjelaskan bahwa latihan-latihan tertentu beberapa menit setiap hari dapat membantu mempercepat mengembalikan otot-otot perut dan panggul kembali normal, seperti:
1)      Tidur telentang dengan lengan di samping, menarik otot perut selagi menarik nafas, tahan nafas ke dalam dan angkat dagu ke dada, tahan satu hitungan sampai lima. Rileks dan ulangi 10 kali.
2)      Untuk memperkuat otot vagina, berdiri dengan tungkai dirapatkan. Kencangkan otot-otot pantat dan dan panggul tahan sampai 5 kali hitungan. Kendurkan dan ulangi latihan sebsnyak 5 kali.
3)      Mulai dengan mengerjakan 5 kali latihan untuk setiap gerakan. Setiap minggu naikkan jumlah latihan 5 kali lebih banyak. Pada minggu ke-6 setelah persalinan ibu harus mengerjakan latihan sebanyak 30 kali.

4.      Gizi
Pendidikan untuk Ibu menyusui harus :
a.      Mengkonsumsi tambahan 500 kalori setiap hari
b.      Makan dengan diet berimbang untuk mendapatkan protein, mineral dan vitamin yang cukup.
c.       Minum sedikitnya 3 liter air setiap hari (anjurkan ibu untuk minum setiap kali menyusui)
d.      Tablet zat besi harus diminum untuk menambah zat gizi setidaknya selama 40 hari pasca bersalin.
e.      Minum kapsul vit. A (200.000 unit) agar bisa memberikan vitamin A kepada bayinya melalui ASInya.
5.      Perawatan Payudara
Perawatan payudara untuk ibu postpartum dirumah yaitu :
a.      Menjaga payudara tetap bersih dan kering.
b.      Mengenakan BH yang menyokong payudara.
c.       Apabila putting susu lecet oleskan colostrum atau ASI yang keluar pada sekitar putting susu setiap kali selesai menyusui. Menyusui tetap dilakukan dari putting susu yang tidak lecet.
d.      Apabila lecet sangat berat dapat diistirahatkan selama 24 jam. ASI dikeluarkan dan diminumkan dengan sendok.
e.      Apabila payudara bengkak akibat bendungan ASI, lakukan :
1)      Pengompresan payudara dengan menggunakan kain basah dan hanagat selama 5 menit.
2)      Urut payudara dari arah pangkal menuju putting atau gunakan sisir untuk mengurut payudara dengan arah “Z” menuju putting.
3)      Keluarkan ASI sebagian dari nagian depan payudara sehingga putting susu menjadi lunak.
4)      Susukan bayi setiap 2-3 jam sekali. Apabila tidak dapat menghisap seluruh ASI keluakan dengan tangan.
5)      Letakkan kain dingin pada payudara setelah menyusui.
6)      Payudara dikeringkan.

6.      Hubungan Perkawinan atau Rumah Tangga
Secara fisik aman untuk memulai hubungan suami istri begitu darah merah berhenti dan ibu dapat memasukkan satu atau dua jarinya ke dalam vagina tanpa rasa nyeri. Begitu darah merah berhenti dan tidak merasakan ketidaknyamanan, aman untuk memulai melakukan hubungan suami istri kapan saja ibu siap. Banyak budaya mempunyai tradisi menunda hubungan suami istri sampai masa waktu tertentu, misalnya setelah 40 hari atau 6 minggu setelah persalinan. Keputusan tergantung pada pasangan yang bersangkutan.
7.      Keluarga Berencana
Idealnya pasangan harus menunggu sekurang-kurangnya 2 tahun sebelum ibu hamil kembali. Setiap pasangan harus menentukan sendiri kapan dan bagaimana mereka ingin merencanakan tentang keluarganya. Namun, petugas kesehatan dapat membantu merencanakan keluarganya dengan mengajarkan kepada mereka cara mencegah kehamilan yang tidak diinginkan. Biasanya wanita tidak menghasilkan telur (ovulasi) sebelum ia mendapatkan lagi haidnya selama menyusui. Oleh karena itu, metode amenore laktasi dapat dipakai sebelum haid pertamakembali
Untuk mencegah terjadinya kehamilan baru. Resiko cara ini adalah 2% kehamilan. Meskipun beberapa metode KB mengandung resiko, menggunakan kontrasepsi tetap lebih aman, terutama apabila ibu telah haid lagi.
Sebelum menggunakan metode KB hal-hal berikut sebaiknya dijelaskan dahulu kepada ibu :
a.      Bagaiman metode ini dapat mencegah kehamilan dan efektifitasnya
b.      Kelebihan/ keuntungan
c.       Kekurangannya
d.      Efek samping
e.      Bagaimana menggunakan metode ini
f.        Kapan metode itu dapat mulai digunakan untuk wanita pasca salin yang menyusui. Jika seorang ibu telah memiliki metode KB tertentu, ada baiknya untuk bertemu dengannya lagi











BAB III
PEMBAHASAN

1.      Hasil penelitian
Dari hasil penelitian diketahui bahwa dalam penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas mayoritas bidan berperilaku baik sebanyak 9 responden (69,2%) dan minoritas bidan berperilaku baik sebanyak 4 responden (30,8%).
Menurut asumsi peneliti, bidan berperilaku mayoritas baik dapat dipengaruhi oleh pengetahuan bidan yang telah memahami teori penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas yang diperoleh dari pendidikan bidan yang seluruhnya D-III dan dapat dipengaruhi pengalaman dari segi lama bekerja bidan yang mayoritas 6-12 bulan serta dipengaruhi dengan usia responden yang mayoritas <25 tahun dimana semua bidan baru mempelajari teori dari pendidikan DIII, pendidikan mampu mempengaruhi perilaku bidan menjadi baik karena semakin tinggi pendidikan bidan maka pengalaman bidan dalam teori sudah lebih luas namun pengetahuan yang baik itu belum tentu dapat memastikan bahwa sikap bidan baik pula karena dari hasil penelitian diperolah sikap bidan mayoritas bersikap buruk dalam penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas terutama dalam hal mencuci tangan dengan benar sesuai dengan standart operasional prosedur (SOP) maka pelaksanaan pencegahan infeksi nifas belum dapat terlaksana dengan sempurna. Dalam tindakan diperoleh hasil penelitian bahwa mayoritas tindakan bidan buruk karena masih ada bidan yang belum melakukan sesuai dengan standart operasional prosedur (SOP) atau kebiasaan yang kurang baik misalnya dalam penggunaan barier protektif yang lengkap pada saat menolong persalinan padahal bidan mengetahui bahwa penggunaan barier protektif sangat bermanfaat dalam penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas disini kita dapat mengetahui ada ketidak seimbangan pengetahuan bidan dengan sikap dan tindakan bidan dalam melaksankan tugasnya.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa dalam penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas mayoritas bidan berpengetahuan baik sebanyak 13 responden (100%). Dan minoritas bidan berpengetahuan buruk sebanyak 0 responden (0%).
Menurut asumsi peneliti, bahwa mayoritas bidan memiliki pengetahuan yang baik tentang penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas karena bidan telah memperoleh ilmu pengetahuan tentang penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas selama bidan mengikuti proses pembelajaran di Program D-III Kebidanan selama 3 tahun selain itu bidan juga telah mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan baru yang diperoleh bidan melalui pendidikan, pelatihan-pelatihan tentang penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas, seminar-seminar, dan pengalaman kerja mayoritas 6-12 bulan serta informasi yang diperoleh bidan dari buku, media massa atau pun internet tentang penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas dapat juga dipengaruhi dengan usia bidan yang mayoritas <25 tahun sehingga bidan berpengetahuan mayoritas berpengetahuan baik dengan banyak mengikuti pelatihan-pelatihan.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa dalam penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas mayoritas bidan bersikap baik sebanyak 6 responden (46,2%) Dan minoritas bidan bersifat cukup sebanyak 7 responden (53,8%).
Menurut asumsi peneliti, bahwa perilaku bidan dalam penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas dibutuhkan sikap yang positif dari bidan dalam memahami pentingnya pelaksanaan pencegahan infeksi nifas sehingga bidan mau meluangkan waktu untuk membantu ibu melakukan mobilisasi dini, mencuci tangan dan membuka perhiasan di jari tangan atau dari pergelangan tangan, cara merawat luka, mengganti larutan klorin paling sedikit setiap 24 jam,  meskipun bidan tidak memiliki banyak waktu luang, namun  sikap positif ini tidak dilaksanakan oleh bidan walaupun pendidikan bidan seluruhnya D-III kebidanan dan memiliki pengalaman kerja mayoritas 6-12 bulan, serta mayoritas usia bidan yang <25 tahun tidak bisa menjamin bahwa sikap bidan harus baik pula karena banyak alasan tertentu yang menyababkan bidan tidak dapat melakukan pencegahan infeksi nifas 100% pernyataan ini dapat dibenarkan karena hasil  penelitian yang diperoleh bahwa bidan berpengetahuan baik namun sikap bidan terhadap penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas diperoleh mayoritas buruk terhadap penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa dalam penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas mayoritas tindakan bidan cukup sebanyak 5 responden (38,5%) Dan minoritas tindakan bidan baik sebanyak 8 responden (61,5%).
Menurut asumsi peneliti,bahwa pendidikan bidan yang D-III berpengaruh dengan tindakan karena semakin tinggi pendidikan bidan maka semakin tinggi pula pengetahuan bidan dalam hal teori dan dapat dilaksanakan dalam praktek namun dari penelitian yang telah dilakukan tidak selamanya pengetahuan yang baik itu dapat memastikan bahwa tindakan bidan baik pula karena dari hasil penelitian menyatakan bahwa tindakan bidan yang berpengetahuan baik, dengan tindakan mayoritas buruk, begitu juga dengan lama bekerja bidan yang mayoritas 6-12 bulan dapat berpengaruh karena pengalaman sangat penting dalam melakukan tindakan dimana semakin sering bidan melakukan penatalaksanaan pencegahan infeksi terhadap ibu nifas maka semakin mahirlah seorang bidan dalam pencegahan infeksi nifas, begitu jaga pada umur bidan yang mayoritas <25 tahun dimana usia ini masih dikatakan muda kurang berminat untuk peduli terhadap penatalaksanaan yang sesuai dengan standart. Tindakan yang dilakukan oleh bidan sejalan dengan pengetahuan dan sikap bidan dalam memberikan penatalaksanaan kepada ibu. Akan tetapi sering kali petugas kesehatan khususnya bidan melalaikan prosedur kerja misalnya, menjaga kesterilan alat sehingga dapat menyebabkan terjadinya infeksi khususnya pada masa nifas.

2.      Fakta di lapangan
Menurut pengamatan kelompok yang dilakukan dilahan praktek, pengetahuan bidan tentang pencegahan infeksi nifas diruang rawat ibu Rumah Sakit Ibu dan Anak sudah sangat baik karena bidan telah mendapatkan pengetahuan tersebut pada saat melakukan pendidikan formal.
Dalam penatalaksaannya bidan minimal menggunakan sarung tangan bersih dalam melakukan tindakan perawatan. Dirumah sakit fasilitas untuk pencegahan infeksi nifas sudah sangat baik. Fasilitas tersedia lengkap seperti sarung tangan, wastafel tempat mencuci tangan, tempat sampah medis dan non medis juga tersedia. Alat-alat tindakan sudah dalam keadaan steril.
Namun mayoritas yang tidak dilaksanakan oleh bidan dalam pencegahan infeksi nifas adalah bidan sering kali tidak mencuci tangan saat melakukan tindakan. Bidan tidak menggunakan sarung tangan saat melakukan tindakan, mencuci peralatan dan membuang sampah. Bidan kurang menjaga kesterilan alat. Bidan tidak mengganti air klorin paling sedikit dalam 24 jam, bidan kurang melaksanakan prosedur pencegahan infeksi, misalnya bidan tidak memakai sarung tangan steril untuk merawat luka.







BAB IV
PENUTUP


A.     Kesimpulan
1.      Perilaku bidan tentang penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas di ruang kebidanan Rumah Sakit Umum Restu Ibu Medan 2011 mayoritas baik sebanyak 9 responden (69,2%) dan minoritas baik sebanyak 4 responden (30,8%).
2.      Pengetahuan bidan tentang penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas di ruang kebidanan Rumah Sakit Umum Restu Ibu Medan 2011 mayoritas baik sebanyak 13 responden (100%).
3.      Sikap bidan tentang penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas di ruang kebidanan Rumah Sakit Umum Restu Ibu Medan 2011 mayoritas buruk sebanyak 7 responden (53,8%) Dan minoritas bidan bersifat baik sebanyak 6 responden (46,2%).
4.      Tindakan bidan tentang penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas di ruang kebidanan Rumah Sakit Umum Restu Ibu Medan 2011 mayoritas buruk sebanyak 8 responden (61,5%) Dan minoritas bidan bersifat baik sebanyak 5 responden (38,5%).

B.      Saran
1.      Diharapkan kepada petugas kesehatan khususnya bidan yang bekerja dirumah sakit untuk lebih meningkatkan mutu pelayanannya dalam memberikan penatalaksanaan terutama dalam pencegahan infeksi pada masa nifas.
2.      Diharapkan kepada bidan untuk lebih menerapakan prinsip kerja aseptik dan memahami pentingnya dilakukan pencegahan infeksi sebelum dan sesudah melakukan tindakan.
3.      Diharapkan kepada peneliti selanjutnya untuk dapat melakukan penelitian lanjutan pada aspek yang lebih luas dan lebih lengkap untuk lebih menyempurnakan penelitian ini.




DAFTAR PUSTAKA

Affandi Biran, dkk, (2007), JNPK-KR Asuhan Persalinan Normal Asuhan Esensial Persalinan, Save The Children Federation Inc-US dan Jhpiego Corporation, Jakarta.

Ambarwati Retna Eny dan Wulandari Diah, (2010),  Asuhan Kebidanan Nifas, Mitra Cendikia Press, Jogjakarta.

Anggraini yetti, (2010), Asuhan Kebidanan Masa Nifas, pustaka Rihama, Yogyakarta.

Bahiyatun, (2009),Buku Ajar Kebidanan Nifas Normal, ECG, Jakarta.

Bambang, 2009. Who: Penurunan Angka Kematian Ibu Belum Sesuai Target MDGS, http://www. Diakses tgl 12 Oktober 2007.

Boyle Maureen, (2009), Seri Praktik Kebidanan Pemulihan Luka, EGC, Jakarta.

Hidayat Abdul Azzis, (2007), Metode Penelitian Kebidanan dan Tehnik Analisa Data, Salemba Medika, jakarta.

Maryunani Anik, (2009), Asuhan Pada Ibu Dalam Masa Nifas (postpartum),Trans Info Media, Jakarta.

Mihardi, 2009. Pentingnya-Mobilisasi-Dini, http://www.diakses tgl 9 Januari 2010.

Notoadmojo, 2007. Kesehatan masyarakat Ilmu Dan Seni. PT. Rineka Cipta. Jakarta.

Nursalam, 2008. Konsep Dan Penerapan Metodologi penelitian Ilmu keperawatan. Salemba Medika. Jakarta.

Nurmawati, (2010), Mutu Pelayanan Kebidanan, Trans Info Media, Jakarta.

Reiss Uzzi, (2008), Menjadi Ibu Bahagia Pasca-Persalinan, Luna Publisher, jogjakarta.

Saleha Sitti, ( 2009), Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas, Salemba Medika, Jakarta.

Sofyan Mustika dkk, (2008), Ikatan Bidan Indonenesia. Jakarta.
Sujiyatini, dkk, (2010), Catatan Kuliah Asuhan Ibu8 Nifas Askeb III, Cyrilluspublisher, Yogyakarta.

Sulistyawati Ari, (2009), Buku Ajar Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas, Andi Offset, Yogyakarta.

Varney Helen, (2007), Asuhan Kebidanan, EGC, Jakarta.