BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Penyakit infeksi dalam kehamilan
adalah penyakit yang disebabkan oleh virus atau bakteri yang sangat
membahayakan bagi ibu hamil. Penyakit ini akan semakin berisiko apabila dan
dapat menyebabkan kematian pada janin yang dikandung ibu hamil Penyakit ini
menjadi suatu masalah dalam kesehatan reproduksi di Indonesia, hal ini
disebabkan karena penyakit infeksi kehamilan dapat mengganggu kesehatan
reproduksi dan perkembangan janin dalam tubuh ibu hamil.
Dampak yang timbul akibat infeksi
dalam kehamilan ini, khususnya bagi ibu hamil tidak dapat diabaikan begitu
saja. Masalah tersebut merupakan masalah besar yang memerlukan penanganan
khusus dengan biaya mahal tapi hasilnya tidak begitu memuaskan.
Penyakit infeksi dalam kehamilan
menjadi perhatian dari semua pihak, mengingat pengaruhnya terhadap keselamatan
manusia pada saat ini maupun keselamatan generasi penerus atau keturunan. Maka
dari itu diperlukan penanganan sedini mungkin dengan cara menjaga kebersihan
lingkungan dan makanan serta menghindarkan hubungan seksual yang tidak sehat.
Hepatitis dan penyakit hati lain yang terjadi selama kehamilan harus menjadi
perhatian karena dapat menimbukan masalah kesehatan serius, baik bagi ibu
maupun bayi.
Tentunya
dalam memberikan pelayanan kebidanan di masyarakat banyak permasalahan yang
ditemui oleh bidan, diantaranya adalah mengenai Penyakit Menular Seksual (PMS).
PMS merupakan sekelompok penyakit yang disebabkan oleh infeksi berbagai jenis
mikroorganisme (virus, bakteri, protozoa dan jamur) yang menimbulkan gejala
klinik utama di saluran kemih dan reproduksi, yang jalur penularannya melalui
hubungan seksual.
Wanita, termasuk yang sedang hamil, merupakan kelompok resiko tinggi terhadap PMS. Penelitian di Surabaya menyebutkan angka kejadian PMS pada ibu hamil adalah 19,2%. Angka kejadian PMS pada ibu hamil yang melakukan asuhan antenatal di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta (1998) adalah 16,1% untuk kandidiasis vaginalis, 4,2% infeksi klamidia dan 1,2% trikomoniasis.
Wanita, termasuk yang sedang hamil, merupakan kelompok resiko tinggi terhadap PMS. Penelitian di Surabaya menyebutkan angka kejadian PMS pada ibu hamil adalah 19,2%. Angka kejadian PMS pada ibu hamil yang melakukan asuhan antenatal di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta (1998) adalah 16,1% untuk kandidiasis vaginalis, 4,2% infeksi klamidia dan 1,2% trikomoniasis.
Penyakit menular seksual, atau PMS
adalah berbagai infeksi yang dapat menular dari satu orang ke orang yang lain
melalui kontak seksual. Menurut the Centers for Disease Control (CDC)
terdapat lebih dari 15 juta kasus PMS dilaporkan per tahun. Kelompok remaja
dan dewasa muda (15-24 tahun) adalah kelompok umur yang memiliki risiko paling
tinggi untuk tertular PMS, 3 juta kasus baru tiap tahun adalah dari kelompok
ini.
Contohnya saja gonore dan
sifilis. Gonore adalah penyakit menular seksual (PMS) yang disebabkan
oleh Bakteri Neisseria gonorrhoeae. Masa inkubasinya adalah 2-10 hari
setelah kuman masuk kedalam tubuh melalui hubungan seksual. Penyakit ini
mempunyai insidens yang tinggi dibanding penyakit menular seksual
lainnya. Infeksi ini ditularkan melalui hubungan seksual, dapat juga
ditularkan kepada janin pada saat proses kelahiran berlangsung. Walaupun semua
golongan rentan terinfeksi penyakit ini, tetapi insidens tertingginya berkisar
pada usia 15-35 tahun. Di antara populasi wanita pada tahun 2000, insidens
tertinggi terjadi pada usia 15 -19 tahun (715,6 per 100.000) sebaliknya pada
laki-laki insidens rata-rata tertinggi terjadi pada usia 20-24 tahun (589,7 per
100.000). Epidemiologi N. gonorrhoeae berbeda pada tiap – tiap negara
berkembang
Sedangkan Sifilis adalah penyakit
infeksi yang disebabkan oleh kuman Treponema pallidum, yang
menyerang manusia, bersifat kronis, sistemik dan dapat mengenai semua bagian
tubuh, dapat bersifat laten selama bertahun-tahun, menular serta dapat diobati.
Sifilis kongenital adalah sifilis yang ditularkan oleh ibu kepada janinnya
secara intra uterin. Nama lainnya adalah luesconnate, syphilis connata,
venereal, penyakit raja singa.
Di Eropa dan Amerika Serikat insiden
sifilis kongenital pada umumnya menurun sekitar tahun 1970 sampai awal 1980,
namun dalam beberapa tahun terakhir tampak adanya peningkatan insiden sifilis
kongenital. Peningkatan ini diduga berkaitan dengan peningkatan insiden primer
dan sekunder pada wanita usia subur yang berumur 15-29 tahun. Di samping itu,
sifilis congenital merupakan penyebab 20-30% kematian bayi perinatal.
Permasalahan semakin rumit ketika pada akhir tahun 2002, UNAIDS memperkirakan di seluruh dunia terdapat 42
juta orang yang hidup dengan HIV; 19,2 juta di antaranya perempuan dan 3,2 juta
anak di bawah usia 15 tahun. Selama tahun 2002 terdapat 800.000 kasus
baru dan 610.000 kematian anak yang menderita HIV. Sebagian besar (91%) anak
tersebut tertular HIV dari ibunya. Diperkirakan setiap tahunnya terdapat
600.000 kasus HIV baru akibat penularan vertikal dari ibu ke anaknya. Jumlah kasus HIV-AIDS pada
kehamilan di Indonesia dan di dunia semakin meningkat.
Penyakit
menular seksual dapat menimbulkan morbiditas dan mortalitas terhadap ibu maupun
bayi yang dikandung/dilahirkannya. Oleh sebab itu penting dilakukannya
penanggulangan yang tepat yaitu secara preventif, promotif, kuratif dan
rehabilitatif.
B.
Tujuan
1.
Tujuan Umum
Adapun
tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah menemukan
jenis-jenis infeksi pada penyakit menular seksual dan melakukan penanggulangan
secara promotif dan preventif (dalam lingkup kebidanan).
2. Tujuan
Khusus
a.
Mengetahui
tentang kehamilan dengan infeksi (Rubella)
b.
Mengetahui
tentang kehamilan dengan infeksi (Hepatitis)
c.
Mengetahui
tentang kehamilan dengan Penyakit Menular Seksual (Gonorhoe/Sifilis)
d.
Mengetahui
tentang kehamilan dengan Penyakit Menular Seksual (HIV/AIDS)
C.
Manfaat
1.
Bagi Mahasiswa
Menambah wawasan tentang kehamilan
dengan infeksi penyakit menular seksual.
2.
Bagi Dosen
Sebagai bahan pengkajian terhadap
mahasiswa tentang sejauh mana pengetahuan mereka tentang penyakit menular
seksual.
3.
Bagi Instusi Pendidikan
Sebagai bahan tambahan untuk koleksi
diperpustakaan.
4. Bagi
Masyarakat
Menambah
wawasan sehingga masyarakat menyadari tentang penyakit menular seksual.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A.
Kehamilan Dengan Infeksi
1.
Rubella
a.
Definisi
Rubella yang sering disebut orang
dengan Campak Jerman merupakan jenis penyakit menular yang disebabkan oleh
virus. Rubella dapat menyerang siapa saja tidak pandang bulu. Bisa menyerang
orang tua, remaja, anak - anak, bahkan bayi sekalipun. Sebenarnya Rubella
ditemukan oleh Sir Norman Greg dari Eropa sejak tahun 1941, namun baru dapat
disosialisasikan pada tahun 1962.
Walaupun penderita Rubella tidak
menampakkan gejala klinis 14-21 hari, namun virus ini sebetulnya telah berada
di beberapa tempat misalnya tenggorokan, bulu hidung, air seni, dan kotoran
manusia. Virus ini menular lewat udara. Rubela juga biasanya ditularkan oleh
ibu kepada bayinya, makanya disarankan untuk melakukan tes Rubela sebelum
hamil. Bayi yang terkena virus Rubela selama di dalam kandungan beresiko
cacat. Sering dijumpai apabila infeksi dijumpai pada kehamilan trimester I
(30-50%). Anggota tubuh anak yang bisa menderita karena rubella:
1) Mata
(katarak, glaucoma, mikroftalmia)
2) Jantung
(Duktus arteriosus persisten, stenosis pulmonalis, septum terbuka)
3) Alat
pendengaran (tuli)
4) Susunan
syaraf pusat (meningoensefalitis, kebodohan)
Dapat
pula terjadi hambatan pertumbuhan intra uterin, kelainan hematologik (termasuk
trombositopenia dan anemia), hepatosplenomegalia dan ikterus, pneumonitis
interstisialis kronika difusa, dan kelainan kromosom. Selain itu bayi dengan
rubella bawaan selama beberapa bulan merupakan sumber infeksi bagi anak-anak
dan orang dewasa lain.
b. Rubella dalam Kehamilan
Sekitar 10 – 15% wanita dewasa rentan terhadap
infeksi Rubella. Perjalanan penyakit tidak dipengaruhi oleh kehamilan dan ibu
hamil dapat atau tidak memperlihatkan adanya gejala penyakit. Derajat penyakit
terhadap ibu tidak berdampak terhadap resiko infeksi janin. Infeksi yang
terjadi pada trimester I memberikan dampak besar terhadap janin. Infeksi
Rubella berbahaya bila tejadi pada wanita hamil muda, karena dapat menyebabkan
kelainan pada bayinya. Jika infeksi terjadi pada bulan pertama kehamilan maka risiko
terjadinya kelainan adalah 50%, sedangkan jika infeksi tejadi trimester pertama
maka risikonya menjadi 25% (menurut America College of Obstatrician and
Gynecologists, 1981).
Bila ibu hamil yang belum kebal terserang virus
Rubella saat hamil kurang dari 4 bulan, akan terjadi berbagai cacat berat pada
janin. Sebagian besar bayi akan mengalami katarak pada lensa mata, gangguan
pendengaran, bocor jantung, bahkan kerusakan otak. Infeksi Rubella pada
kehamilan dapaT menyebabkan keguguran, bayi lahir mati atau gangguan terhadap
janin Susahnya, sebanyak 50% lebih ibu yang mengalami Rubella tidak merasa
apa-apa. Sebagian lain mengalami demam, tulang ngilu, kelenjar belakang telinga
membesar dan agak nyeri. Setelah 1-2 hari muncul bercak-bercak merah seluruh tubuh
yang hilang dengan sendirinya setelah beberapa hari. Tidak semua janin akan
tertular. Jika ibu hamil terinfeksi saat usia kehamilannya < 12 minggu maka
risiko janin tertular 80-90 persen. Jika infeksi dialami ibu saat usia
kehamilan 15-30 minggu, maka risiko janin terinfeksi turun yaitu 10-20 persen.
Namun, risiko janin tertular meningkat hingga 100
persen jika ibu terinfeksi saat usia kehamilan > 36 minggu. Untungnya,
Sindrom Rubella Kongenital biasanya terjadi hanya bila ibu terinfeksi pada saat
umur kehamilan masih kurang dari 4 bulan. Bila sudah lewat 5 bulan, jarang
sekali terjadi infeksi. Di samping itu, bayi juga berisiko lebih besar untuk
terkena diabetes melitus, gangguan tiroid, gangguan pencernaan dan gangguan
syaraf.
c.
Penyebab
Virus yang ditularkan melalui kontak
udara maupun kontak badan. Virus ini bisa menyerang usia anak dan dewasa muda.
Pada ibu hamil bisa mengakibatkan bayi lahir tuli. Penularan virus rubella
adalah melalui udara dengan tempat masuk awal melalui nasofaring dan orofaring.
Setelah masuk akan mengalami masa inkubasi antara 11 sampai 14 hari sampai
timbulnya gejala. Hampir 60 % pasien akan timbul ruam. Penyebaran virus rubella
pada hasil konsepsi terutama secara hematogen. Infeksi kongenital biasanya
terdiri dari 2 bagian : viremia maternal dan viremia fetal. Viremia maternal
terjadi saat replikasi virus dalam sel trofoblas. Kemudian tergantung kemampuan
virus untuk masuk dalam barier bayi-bayi lain, disamping bagi orang dewasa yang
rentan dan berhubungan dengan bayi tersebut.
d.
Diagnosis
Diagnosis
rubella tidak selalu mudah karena gejala-gejala kliniknya hampir sama dengan
penyakit lain, kadang tidak jelas atau tidak ada sama sekali. Virus pada
rubella sering mencapai dan merusak embrio dan fetus. Diagnosis pasti dapat
dibuat dengan isolasi virus atau dengan ditemukannya kenaikan titer anti
rubella dalam serum. Nilai titer antibody, yaitu:
1) Imunitas
1:10 atau lebih
2) Imunitas
rendah < 1:10
3) Indikasi
adanya infeksi saat ini > 1:64
Apabila wanita hamil dalam trimester
I menderita viremia, maka abortus buatan perlu dipertimbangkan. Setelah
trimester I, kemungkinan cacat bawaan menjadi kurang yaitu 6,8% dalam trimester
II dan 5,3% dalam trimester III.
e.
Gejala
1) Pembengkakan
pada kelenjar getah bening.
2) Demam
diatas 38 derajat Celsius.
3) Mata
terasa nyeri.
4) Muncul
bintik-bintik merah di seluruh tubuh.
5) Kulit
kering.
6) Sakit
pada persendian.
7) Sakit
kepala.
8) Hilang
nafsu makan.
f.
Isolasi
Dianjurkan
selama diisolasi sekurang-kurangnya 4 hari setelah gejala bintik-bintik merah
muncul.
g. Pemeriksaan
Pemeriksaan
rubella harus dikerjakan pada semua pasien hamil dengan mengukur IgG . Mereka
yang non-imune harus memperoleh vaksinasi pada masa pasca persalinan. Tindak
lanjut pemeriksaan kadar rubella harus dilakukan oleh karena 20% yang memperoleh
vaksinasi ternyata tidak memperlihatkan adanya respon pembentukan antibodi
dengan baik. Infeksi rubella tidak merupakan kontra indikasi pemberian ASI.
Tidak ada terapi khusus terhadap infeksi Rubella dan pemberian
profilaksis dengan gamma globulin pasca paparan tidak dianjurkan oleh karena
tidak memberi perlindungan terhadap janin.Pemeriksaan Laboratorium yang
dilakukan meliputi pemeriksaan Anti-Rubella IgG dana IgM. Pemeriksaan
Anti-rubella IgG dapat digunakan untuk mendeteksi adanya kekebalan pada saat
sebelum hamil. Jika ternyata belum memiliki kekebalan, dianjurkan untuk
divaksinasi. Pemeriksaan Anti-rubella IgG dan IgM terutama sangat berguna untuk
diagnosis infeksi akut pada kehamilan < 18 minggu dan risiko infeksi rubella
bawaan.
h. Terapi Antivirus
1)
Acyclovir adalah anti virus yang digunakan secara
luas dalam kehamilan .
2)
Acyclovir diperlukan untuk terapi infkesi primer
herpes simplek atau virus varicella zoster yang terjadi pada ibu hamil .
3)
Selama kehamilan dosis pengobatan tidak perlu disesuaikan
.
4)
Obat antivirus lain yang masih belum diketahui
keamanannya selama kehamilan : Amantadine dan Ribavirin.
i.
Pencegahan
Vaksinasi
sejak kecil atau sebelum hamil. Untuk perlindungan terhadap serangan virus
Rubella telah tersedia vaksin dalam bentuk vaksin kombinasi yang sekaligus
digunakan untuk mencegah infeksi campak dan gondongan, dikenal sebagai vaksin
MMR (Mumps, Measles, Rubella).Vaksin Rubella diberikan pada usia 15 bulan.
Setelah itu harus mendapat ulangan pada umur 4-6 tahun. Bila belum mendapat
ulangan pada umur 4-6 tahun, harus tetap diberikan umur 11-12 tahun, bahkan
sampai remaja. Vaksin tidak dapat diberikan pada ibu yang sudah hamil.
Deteksi status
kekebalan tubuh sebelum hamil. Sebelum hamil sebaiknya memeriksa kekebalan
tubuh terhadap Rubella, seperti juga terhadap infeksi TORCH lainnya.
Jika anti-Rubella IgG saja yang positif,
berarti Anda pernah terinfeksi atau sudah divaksinasi terhadap Rubella. Anda
tidak mungkin terkena Rubella lagi, dan janin 100% aman. Jika anti-Rubella IgM
saja yang positif atau anti-Rubella IgM dan anti-Rubella IgG positif, berarti
anda baru terinfeksi Rubella atau baru divaksinasi terhadap Rubella. Dokter
akan menyarankan Anda untuk menunda kehamilan sampai IgM menjadi negatif, yaitu
selama 3-6 bulan.
Jika
anti-Rubella IgG dan anti-Rubella IgM negatif berarti anda tidak mempunyai
kekebalan terhadap Rubella. Bila anda belum hamil, dokter akan memberikan
vaksin Rubella dan menunda kehamilan selama 3-6 bulan. Bila anda tidak bisa
mendapat vaksin, tidak mau menunda kehamilan atau sudah hamil, yang dapat
dikerjakan adalah mencegah anda terkena Rubella.
Bila sudah
hamil padahal belum kebal, terpaksa berusaha menghindari tertular Rubella
dengan cara berikut: jangan mendekati orang sakit demam, jangan pergi ke tempat
banyak anak berkumpul, misalnya Playgroup sekolah TK dan SD. Jangan pergi ke
tempat penitipan anak Sayangnya, hal ini tidak dapat 100% dilaksanakan karena
situasi atau karena orang lain yang terjangkit Rubella belum tentu menunjukkan
gejala demam. Kekebalan terhadap Rubella diperiksa ulang lagi umur 17-20 minggu.
Bila ibu hamil mengalami Rubella, periksalah darah apa benar terkena Rubella.
Bila ibu
sedang hamil mengalami demam disertai bintik-bintik merah, pastikan apakah
benar Rubella dengan memeriksa IgG dan IgM Rubella setelah 1 minggu. Bila IgM
positif, berarti benar infeksi Rubella baru. Bila ibu hamil mengalami Rubella,
pastikan apakah janin tertular atau tidak Untuk memastikan apakah janin
terinfeksi atau tidak maka dilakukan pendeteksian virus Rubella dengan teknik
PCR (Polymerase Chain Reaction). Bahan pemeriksaan diambil dari air ketuban
(cairan amnion). Pengambilan sampel air ketuban harus dilakukan oleh dokter
ahli kandungan & kebidanan, dan baru dapat dilakukan setelah usia kehamilan
lebih dari 22 minggu.
2.
Hepatitis
a.
Definisi
Hepatitis
merupakan suatu istilah umum untuk terjadinya peradangan pada sel-sel hati.
Hepatitis dapat disebabkan oleh kondisi non-infeksi seperti obat-obatan,
alkohol, dan penyakit autoimun, atau oleh adanya infeksi seperti hepatitis
virus. Penyakit hati biasanya jarang terjadi pada wanita hamil, namun apabila
timbul ikterus pada kehamilan, maka penyebabnya paling sering adalah hepatitis
virus.
b.
Penyebab
Adapun
ikterus pada kehamilan sebenarnya dapat disebabkan oleh beberapa keadaan :
1)
Ikterus yang terjadi oleh karena
kehamilan.
a)
Perlemakan hati akut
b)
Toksemia
c)
Kolestatis Intrahepatik
2) Ikterus
yang terjadi bersama dengan suatu kehamilan.
a) Hepatitis
Virus
b) Batu
Empedu
c) Penggunaan
obat-obatan hepatotoksik
d) Sirosis
hati
Ikterus
dapat timbul pada satu dari 1500 kehamilan, 41% di antaranya adalah hepatitis
virus, 21% oleh karena kolestasis intrahepatik, dan kurang dari 6%
oleh obstruksi saluran empedu di luar hati.
c. Fisiologi
Hati dalam Kehamilan Normal
Pada kehamilan, hepar ternyata tidak
mengalami pembesar-an. Hal ini bertentangan dengan penelitian pada binatang
yang menunjukkan bahwa hepar membesar pada waktu kehamilan. Bila kehamilan
sudah mencapai trimester ke III, sukar untukmelakukan palpasi pada hepar,
karena hepar tertutup oleh pembesaran rahim. Oleh karena itu bila pada
kehamilan tri-mester ke III hepar dapat dengan mudah diraba, berarti sudah
terdapat kelainan-kelainan yang sangat bermakna.
Pada kehamilan normal, tes fisologi
hati seperti bilirubin dan transaminase serum biasanya tidak menunjukkan
kelainan. Ekskresi BSP biasanya normal, dapat sedikit terganggu pada
trimester ke tiga. Peningkatan fosfatase alkali dalam serum
dapat terjadi pada bulan ke sembilan kehamilan peningkatan ini disebabkan oleh
produksi dari sinsisiotrofoblas dari plasenta.
Kolesterol serum total meningkat
sejak bulan ke empat, biasanya mencapai puncaknya sekitar 250 mg% pada bulan ke
delapan, dan jarang melebihi 400 mg%. Albumin serum menurun sampai
maksimal 1 g% dari keadaan sebelum hamil pada trimester ke tiga, yang biasanya
berhubungan dengan status nutrisi orang hamil tersebut. Globulin meningkat,
demikian pula fibrinogen. Dengan pemeriksaan elektroforesis protein serum
penderita, tampak globulin alfa-2 dan beta meningkat, sedangkan globulin gama
sedikit menurun.
Perubahan-perubahan mikroskopik pada
hepar akibat keha-milan adalah tidak khas.Pengaliran darah ke dalam hepar tidak
mengalami perubahan,meskipun terjadi perubahan yang sangat menyolok pada sistem
kardio vaskuler .Wanita hamil sering menunjukkan tanda-tanda mirip adanyapenyakit-penyakit
hepar, misalnya : spider naevi dan eritema palmari.
Adanya spider nevi dan
eritema palmaris bukan disebabkan oleh gangguan faal hati, melainkan oleh
karena estrogen yang meningkat pada kehamilan; tanda-tanda
ini dapat terjadi pada 2/3 wanita hamil yang berkulit putih,
dan sedikit pada kulit berwama.
Pemeriksaan biopsi hati tidak
menunjukkan kelainan, meskipun kadang-kadang tampak infiltrasi limfosit yang
ringan pada daerah portal, dan pada pemeriksaan dengan mikroskop elektron
terlihat peningkatan retikulum endoplasmik. Aliran darah ke
hati juga tidak mengalami perubahan yang berarti.
Semua protein serum yang disintese
dalam hepar akan mengalami perubahan pada waktu kehamilan. Jumlah protein serum
menurun sekitar 20% pada trimester II, akibat penurunan kadar albumin secara
menyolok, sedang fibrinogen justru mengalami kenaikan.
d.
Hepatitis virus pada Kehamilan
Pada
wanita hamil kemungkinan untuk terjangkit hepatitis virus adalah sama dengan
wanita tidak hamil pada usia yang sama. Sarjana lain mengatakan bahwa di negara
sedang berkembang, wanita hamil lebih mudah terkena hepatitis virus, hal ini
erat hubungannya dengan keadaan nutrisi dan higiene sanitasi yang kurang baik.
Hepatitis
virus dapat timbul pada ketiga trimester kehamilan dengan angka kejadian yang
sama; tetapi Siegler dan Keyser mendapatkan angka 9.5%
hepatitis virus terjadi pada trimester I, 32% terjadi pada trimester II, dan
58,5% terjadi pada trimester III.
Gambaran
klinik, laboratorium, dan histopatologi adalah sama dengan penyakit hepatitis
virus pada orang tidak hamil.
e. Gambaran
Klinik
Penyakit
ini biasanya memberikan keluhan demam, anoreksia, nyeri otot, gejala-gejala
mirip flu (flu-like syndrome), mual atau muntah, serta nyeri perut, yang
kemudian akan diikuti mata atau kulit berwarna kuning, serta buang air kecil
akan berwarna kecoklatan. Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai ikterus dan
hepatomegali, sedangkan splenomegali hanya ditemukan pada 20–25%
penderita.
f.
Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium akan
didapatkan gambaran kerusakan parenkim hati. Bilirubin serum meningkat,
demikian pula, transaminase serum.
g. Pemeriksaan
Histopatologi
Pemeriksaan histopatologi
menunjukkan nekrosis sel hati sentrilobuler, infiltrasi sel radang di segitiga
portal, sedangkan kerangka retikulin masih baik.
h. Diagnosis
Diagnosis hepatitis virus pada
kehamilan ditegakkan atas dasar gambaran klinik dan laboratorik yang cukup
khas, serta pemeriksaan petanda serologik dari virus hepatitis.
Dalam membuat diagnosis,perlu
dibedakan dengan penyakit lain seperti batu saluran empedu, mononukleosis
infeksiosa, leptospirosis, dan penyakit ikterus obstruktif lainnya. Adanya
ikterus yang berat, bilirubin dan transaminase serum yang sangat
tinggi, leukositosis, suhu tubuh meningkat, kesadaran yang menurun sampai koma,
defisiensi faktor pembekuan darah, serta tanda-tanda perdarahan,
menggambarkan adanya nekrosis sel parenkim hati yang luas, dan menunjukkan
adanya suatu hepatitis virus tipe fulminan.
i.
Pengelolaan
Pengelolaan
secara konservatif adalah terapi pilihan untuk penderita hepatitis virus pada
kehamilan. Penderita harus tirah baring di rumah sakit sampai gejala ikterus
hilang dan bilirubin serum menjadi normal, makanan yang diberikan menzandung
kaya kalori dan protein. Obatobat hepatotoksik harus dihindari, termasuk
alkohol dan obatobat yang diekskresi dan dikonjungasi di hati. Obat-obat yang
hepatotoksik antara lain adalah klorpromasin, derivat fenotiasin, eritromisin
estolat, PAS, halotan, klorpropamid, thiourasil, dan nitrofurantoin.
Bila
diduga akan terjadi perdarahan pasca persalinan karena defisiensi faktor
pembekuan darah, perlil diberikan vitamin K dan transfusi plasma. Keseimbangan
cairan dan elektrolit harus diperhatikan.
Apabila
terdapat tanpa-tanda menjurus ke arah hepatitis fulminan, diit penderita harus
diganti dengan rendah atau tanpa protein; tindakan sterilisasi usus perlu
dilakukan untuk mencegah timbulnya amoniak yang berlebihan. Beberapa
penelitian terakhir menunjukkan bahwa pemakaian kortikosteroid pada hepatitis
fulminan tidak bermanfaat sama sekali.
Hepatitis
virus pada kehamilan bukan merupakan indikasi untuk tindakan terminasi
kehamilan, dan tindakan anestesi serta pembedahan akan menambah morbiditas dan
mortalitas penderita.
j.
Prognosis
Prognosis tergantung pada status
nutrisi penderita.4 Untuk hepatitis fulminan prognosis biasanya
jelek, angka kematian mencapai lebih dari 85%.
k. Pengaruh
Hepatitis pada Kehamilan dan Janin
Bila
hepatitis virus terjadi pada trimester I atau permulaan trimeseter II maka
gejala-gejala nya akan sama dengan gejala hepatitis virus pada wanita tidak
hamil. Meskipun gejala-gejala yang timbul relatif lebih ringan dibanding dengan
gejala-gejala yang timbul pada trimester III, namun penderita hendaknya tetap
dirawat di rumah sakit.
Hepatitis
virus yang terjadi pada trimester III, akan menimbulkan gejala-gejala yang
lebih berat dan penderita umumnya me-nunjukkan gejala-gejala fulminant. Pada
fase inilah acute hepatic necrosis sering terjadi, dengan menimbulkan
mortalitasIbu yang sangat tinggi, dibandingkan dengan penderita tidak hamil.
Pada trimester III, adanya defisiensi faktor lipo tropikdisertai kebutuhan
janin yang meningkat akan nutrisi, menyebabkan penderita mudah jatuh dalam
acute hepatic necrosis Tampaknya keadaan gizi ibu hamil sangat menentukan
prognose.
Penyelidik
lain juga menyimpulkan, bahwa berat ringan gejala hepatitis virus pada
kehamilan sangat tergantung darikeadaan gizi Ibu hamil. Gizi buruk khususnya
defisiensi protein, ditambah pula me-ningkatnya kebutuhan protein untuk pertumbuhan
janin,menyebabkan infeksi hepatitis virus pada kehamilan memberi gejala-gejala
yang jauh lebih berat.Pengaruh kehamilan terhadap berat ringannya hepatitis
virus,telah diselidiki oleh ADAM, yaitu dengan cara mencari hubungan antara
perubahan-perubahan koagulasi pada kehamilan dengan beratnya gejala-gejala
hepatitis virus. Diketahuibahwa pada wanita hamil, secara fisiologik terjadi
perubahan-perubahan dalam proses pembekuan darah, yaitu dengan ke-naikan
faktor-faktor pembekuan dan penurunan aktivitasfibrinolitik, sehingga pada
kehamilan mudah terjadi DIC(Disseminated Intra Vascular Coagulation).
Dalam
penelitianini terbukti bahwa DIC tidak berperan dalam meningkatkanberatnya
hepatitis virus pada kehamilan.Tetapi sebaliknya, bila sudah terjadi gejala-gejala
hepatitisvirus yang fulminant, barulah DIC mempunyai arti.Hepatitis virus pada
kehamilan dapat ditularkan kepada ja-nin, baik in utero maupun segera setelah
lahir. Penularan virus ini pada janin, dapat terjadi dengan beberapa cara,
yaitu :
1)
Melewati placenta
2)
Kontaminasi dengan darah dan tinja
Ibu pada waktu persalinan
3)
Kontak langsung bayi baru lahir
dengan Ibunya
4)
Melewati Air Susu Ibu, pada masa
laktasi. Adanya kebocoran plasenta yang menyebabkan tercampurnya darah ibu
dengan darah fetus
5)
Tertelannya cairan amnion yang
terinfeksi
6)
Adanya abrasi pada kulit selama
persalinan yang menjadi tempat masuknya virus
7)
Tertelannya darah selama persalinan
8)
Penularan melalui selaput lendir.
Baik
virus A maupun virus B dapat menembus placenta, sehingga terjadi hepatitis
virus in utero dengan akibat janin lahir mati, atau janin mati pada periode
neonatal. Jenis virus yang lebih banyak dilaporkan dapat menembus placenta,
ialah virus type B. Beberapa bukti, bahwa virus hepatitis dapat menembus
placenta, ialah ditemukannya hepatitis antigen dalam tubuh janin in utero atau
pada janin barulahir. Selain itu telah dilakukan pula autopsy pada janin-janin
yang mati pada periode neonatal akibat infeksi hepatitis virus. Hasil autopsy
menunjukkan adanya perubahan-perubahan pada hepar, mulai dari nekrosis sel-sel
hepar sampai suatubentuk cirrhosis.
Perubahan-perubahan
yang lanjut pada heparini, hanya mungkin terjadi bila infeksi sudah mulai
terjadi sejak janin dalam rahim. Kelainan yang ditemukan pada hepar janin,
lebih banyak terpusat pada lobus kiri. Hal ini membuktikan, bahwa penyebaran
virus hepatitis dari Ibu ke janin dapat terjadi secarahematogen.Angka kejadian
penularan virus hepatitis dari Ibu ke janinatau bayinya, tergantung dari
tenggang waktu antara timbulnya infeksi pada Ibu dengan saat persalinan. Angka
tertinggididapatkan, bila infeksi hepatitis virus terjadi pada
kehamilantrimester III.
Meskipun
pada Ibu-Ibu yang mengalami hepatitis virus pada waktu hamil, tidak memberi
gejala-gejala icterus pada bayi-nya yang baru lahir, namun hal ini tidak
berarti bahwa bayi yang baru lahir tidak mengandung virus tersebut.Ibu hamil
yang menderita hepatitis virus B dengan gejala-gejala klinik yang jelas, akan
menimbulkan penularan pada janinnya jauh lebih besar dibandingkan dengan
Ibu-Ibu hamil yanghanya merupakan carrier tanpa gejala klinik.
Dilaporkan
bahwa Ibu hamil yang mengalami hepatitis virus B, dengan gejala yang jelas, 48%
dari bayinya terjangkit hepatitis, sedang pada Ibu-lbu hamil yang hanya sebagai
carrier Hepatitis Virus B antigen, hanya 5% dari bayinya mengalami viru sB
antigenemia. Meskipun hepatitis virus, belum jelas pengaruhnya
terhadapkelangsungan kehamilan, namun dilaporkan bahwa kelahiranprematur
terjadi pada 66% kehamilan yang disertai hepatitis virus B. Adanya icterus pada
Ibu hamil tidak akan menimbulkan kern-icterus pada janin. Kem icterus terjadi
akibat adanya unconjugated bilirubin yang melewati placenta dari Ibu-Ibu hamil
yang mengalami hemolitik jaundice.
Bila
penularan hepatitis virus pada janin terjadi pada waktupersalinan maka
gejala-gejalanya baru akan nampak dua sampai tiga bulan kemudian. Sampai
sekarang belum dapat dibuktikan, bahwa hepatitisvirus pada Ibu hamil dapat
menimbulkan kelainan kongenital pada janinnya. Pada pemeriksaan placenta, dari
kehamilan yang disertai hepatitis virus, tidak dijumpai perubahan-perubahan
yang menyolok, hanya ditemukan bercak-bercak bilirubin. Bila terjadi penularan
virus B in utero, maka keadaan ini tidakmemberikan kekebalan pada janin dengan
kehamilan berikutnya.
Bayi
yang lahir dari ibu dengan hepatitis B akut maupun kronik, perlu diberi
pengobatan imunoprofilaksis.
l.
Pengobatan
Pengobatan
infeksi hepatitis virus pada kehamilan tidak berbeda dengan wanita tidak hamil.
Penderita harus tirah baring di rumah sakit sampai gejala icterus hilang dan
bilirubin dalam serum menjadi normal. Makanan diberikan dengan sedikit
mengandung lemak tetapitinggi protein dan karbohydrat. Pemakaian obat-obatan
hepatotoxic hendaknya dihindari.Kortison baru diberikan bila terjadi penyulit.
Perlu
diingat pada hepatitis virus yang aktip dan cukup berat, mempunyai risiko untuk
terjadi perdarahan post-partum, karena menurun-nya kadar vitamin K. Janin baru
lahir hendaknya tetap diikuti sampai periode post natal dengan dilakukan
pemeriksaantransaminase serum dan pemeriksaan hepatitis virus antigensecara
periodik. Janin baru lahir tidak perlu diberi pengobatankhusus bila tidak
mengalami penyulit-penyulit lain.
m.
Pencegahan
Semua
Ibu hamil yang mengalami kontak langsung dengan penderita hepatitis virus A
hendaknya diberi immuno globulinsejumlah 0,1 cc/kg. berat badan. Gamma globulin
ternyata tidak efektif untuk mencegah hepatitis virus B. Terhadap bayi baru
lahir dari ibu penderita hepatitis virus B, imunisasi pasif dengan menggunakan
Immunoglobulin Hepatitis B (HBIG) diberikan untuk mendapatkan antibodi secepat
nya guna memerangi virus hepatitis B yang masuk; selanjutnya disusul dengan
imunisasi aktif dengan memakai vaksin.
HBIG
diberikan selambat-lambatnya 24 jam pasca persalinan, kemudian vaksin Hepatitis
B diberikan selambat-lambatnya 7 hari pasca persalinan. Dianjurkan HBIG dan
vaksin Hepatitis B diberikan segera setelah persalinan (masing-masing pada sisi
yang berlawanan) untuk mencapai efektivitas yang lebih tinggi.
Dosis
HBIG yang dianjurkan adalah 0,5 ml i.m. waktu lahir; sedangkan untuk vaksin
dari MSD misalnya diberikan 10 ug (0,5 ml) i.m. bulan 0,1 dan 6 atau vaksin
dari Pasteur 5 ug (1 ml) bukan 0, 1, 2 dan 12.
Selain
itu, gizi Ibu hamil hendaknya dipertahankan seoptimal mungkin, karena gizi yang
buruk mempermudah penularan hepatitis virus.Untuk kehamilan berikutnya
hendaknya diberi jarak sekurang-kurangnya enam bulan setelah persalinan, dengan
syarat setelah 6 bulan tersebut semua gejala dan pemeriksaan laborato-rium
telah kembali normal.Setelah persalinan, pada penderita hendaknya tetap
dilakukan pemeriksaan laboratorium dalam waktu dua bulan, empat bulan dan enam
bulan kemudian.
B.
Kehamilan
Dengan Penyakit Menular Seksual (PMS)
1.
Gonorhoe
a. Definisi
Penyakit ini mempunyai insidens yang
tinggi dibanding penyakit menular seksual lainnya. Nama awam penyakit kelamin
ini adalah “kencing nanah”. Selama beberapa abad, bermacam
nama telah digunakan untuk mendeskripsikan infeksi yang disebabkan oleh N.
gonorrhoeae ini, diantaranya; ‘strangury’ yang digunakan oleh Hipocrates,
penamaan gonore sendiri diberikan oleh Galen (130 SM) untuk menggambarkan
eksudat uretra yang sifatnya seperti aliran air mata (flow of seed) dan M.
Neisser, dikenalkan oleh Albert Neisser, yang menemukan mikroorganisme tersebut
pada tahun 1879 dari pewarnaan apusan yang diambil dari vagina, uretra dan
eksudat konjungtiva. Kultur dari bakteri N. gonorrhoeae dilaporkan pertama kali
oleh Leistikow dan Loffler pada tahun 1882 dan dikembangkan pada tahun 1964
oleh Thayer dan Martin yang menemukan tempat biakan selektif pada media agar
khusus. Media Thayer-Martin merupakan media yang selektif untuk mengisolasi
gonokok. Mengandung vankomisin untuk menekan pertumbuhan kuman positif-Gram,
kolimestat untuk menekan pertumbuhan bakteri negatif-Gram dan nistatin untuk
menekan pertumbuhan jamur.
Gonorrhoeae tidak
mengenal ras, sosial ekonomi atau kondisi geografis. Laki-laki, wanita baik
dewasa maupun anak-anak dapat tertular penyakit ini. Penyebaran infeksi ini
secara global didukung oleh kebiasaan manusia berpindah tempat yang turut
meningkatkan faktor resisten.
Pada wanita
hamil masa tunas sulit untuk ditemukan karena pada umumnya asimtomatik, gejala
awal bisa timbul pada waktu 7-21 hari setelah terinfeksi.
Penyakit akut atau kronik jarang ditemukan gejala
subjektif dan objektifnya. Infeksi pada wanita,
pada mulanya henya mengenai serviks uteri. Dengan
keluhan kadang-kadang menimbulkan rasa nyeri pada panggul bawah, demam,
keluarnya cairan dari vagina, nyeri ketika berkemih dan desakan untuk berkemih.
Pada pemeriksaan serviks tampak merah dengan erosi dan
sekret mukopurulen, duh tubuh akan terlihat lebih banyak, bila terjadi servitis
akut.
Gonore adalah penyakit menular
seksual yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae yang menginfeksi lapisan
dalam uretra, leher rahim, rektum dan tenggorokan atau bagian putih mata
(konjungtiva) dan bagian tubuh yang lain.
b. Epidemiologi
Infeksi ini ditularkan melalui
hubungan seksual, dapat juga ditularkan kepada janin pada saat proses kelahiran
berlangsung. Walaupun semua golongan rentan terinfeksi penyakit ini, tetapi
insidens tertingginya berkisar pada usia 15-35 tahun. Di antara populasi wanita
pada tahun 2000, insidens tertinggi terjadi pada usia 15 -19 tahun (715,6 per
100.000) sebaliknya pada laki-laki insidens rata-rata tertinggi terjadi pada
usia 20-24 tahun (589,7 per 100.000). Epidemiologi N. gonorrhoeae berbeda pada
tiap – tiap negara berkembang. Di dunia diperkirakan terdapat 200 juta kasus
baru setiap tahunnya.
c. Etiologi
Gonore disebabkan oleh gonokok yang
dimasukkan ke dalam kelompok Neisseria, sebagai Neisseria Gonorrhoeae. Gonokok
termasuk golongan diplokok berbentuk biji kopi dengan lebar 0,8 u, panjang 1,6
u, dan bersifat tahan asam. Kuman ini juga bersifat negatif-Gram, tampak di
luar dan di dalam leukosit, tidak tahan lama di udara bebas, cepat mati pada
keadaan kering, tidak tahan suhu di atas 39 derajat C, dan tidak tahan zat
desinfektan. Daerah yang paling mudah terinfeksi adalah dengan mukosa epitel
kuboid atau lapis gepeng yang belum berkembang (imatur), yakni pada vagina
wanita sebelum pubertas.
d. Gambaran
Klinik
Masa tunas sulit untuk ditemukan
karena pada umumnya asimtomatik, gejala awal bisa timbul pada
waktu 7-21 hari setelah terinfeksi. Pada wanita, penyakit akut atau kronik
jarang ditemukan gejala subjektif dan objektifnya. Infeksi pada wanita, pada
mulanya henya mengenai serviks uteri. Keluhan: kadang-kadang menimbulkan rasa
nyeri pada panggul bawah, demam, keluarnya cairan dari vagina, nyeri ketika
berkemih dan desakan untuk berkemih. Pada pemeriksaan serviks tampak merah
dengan erosi dan sekret mukopurulen, duh tubuh akan terlihat lebih banyak, bila
terjadi servitis akut.
e. Komplikasi
pada Janin dan Bayi Baru Lahir
1)
Kebutaan, untuk mencegah kebutaan,
semua bayi yang lahir di rumah sakit biasanya diberi tetesan mata untuk
pengobatan gonore.
2)
Pembengkakan pada kedua kelopak
matanya dan dari matanya keluar nanah
3)
Penyakit sistemik seperti meningitis
dan arthritis sepsis pada bayi yang terinfeksi pada proses persalinan.
f.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan klinis dan pemeriksaan pembantu. Serta biakan atau
pemerikasaan gen hasilnya positif.
g. Pengobatan
Pada wanita hamil tidak dapat
diberikan obat golongan kuinolon dan tetrasiklin. Yang direkomendasikan adalah
pemberian obat golongan sefalosporin (Seftriakson 250 mg IM sebagai dosis
tunggal). Jika wanita hamil alergi terhadap penisilin atau sefalosporin tidak
dapat ditoleransi sebaiknya diberikan Spektinomisin 2 gr IM sebagai dosis
tunggal. Pada wanita hamil juga dapat diberikan Amoksisilin 2 gr atau 3 gr oral
dengan tambahan probenesid 1 gr oral sebagai dosis tunggal yang diberikan saat
isolasi N. gonorrhoeae yang sensitive terhadap penisilin. Amoksisilin
direkomendasikan unutk pengobatan jika disertai infeksi C. trachomatis.
h. Pencegahan
1)
Tidak melakukan hubungan seksual
baik vaginal, anal dan oral dengan orang yang terinfeksi
2)
Pemakaian Kondom dapat mengurangi
tetapi tidak dapat menghilangkan sama sekali risiko penularan penyakit ini
3)
Hindari hubungan seksual sampai
pengobatan antibiotik selesai
4)
Sarankan juga pasangan seksual kita
untuk diperiksa guna mencegah infeksi lebih jauh dan mencegah penularan
5)
Pengendalian penyakit menular
seksual ini adalah dengan meningkatkan keamanan kontak seks dengan menggunakan
upaya pencegahan.
2.
Sifilis
a.
Definisi
Sifilis kongenital adalah penyakit
yang didapatkan janin dalam uterus dari ibunya yang menderita
sifilis. Infeksi sifilis terhadap janin dapat terjadi pada setiap
stadium sifilis dan setiap masa kehamilan. Dahulu dianggap infeksi tidak dapat
terjadi sebelum janin berusia 18 minggu, karena lapisan Langhans yang merupakan
pertahanan janin terhadap infeksi masih belum atrofi. Tetapi ternyata dengan
mikroskop elektron dapat ditemukanTreponema pallidum pada janin
berusia 9-10 minggu.Sifilis kongenital dini merupakan gejala sifilis yang
muncul pada dua tahun pertama kehidupan anak, dan jika muncul setelah dua tahun
pertama kehidupan anak disebut dengan sifilis kongenital lanjut.
b. Epidemiologi
Sifilis terdistribusi di seluruh
dunia, dan merupakan masalah yang utama pada Negara berkembang. Dilihat dari
usia, kasus sifilis banyak ditemukan pada orang dengan rentang usia 20-30
tahun. Empat puluh persen wanita hamil dengan sifilis dini yang tidak diobati,
akan mengakibatkan penularan pada janin.
c. Etiologi
Pada tahun 1905 penyebab sifilis
ditemukan oleh Sshaudinn dan Hoffman ialah Treponema pallidum, yang
termasuk ordo Spirochaetales, familia Spirochaetaceae dan
genus Treponema. 3Bentuk seperti spiral teratur, panjangnya antara 6-15
um, lebar 0,15 um, terdiri empat dari delapan sampai dua puluh empat lekukan.
Gerakannya berupa rotasi sepanjang aksis dan maju seperti gerakan pembuka
botol. Membiak secara pembelahan melintang, pada stadium aktif terjadi setiap
tiga puluh jam. Pembiakan pada umumnya tidak dapat dilakukan di luar badan. Di
luar badan kuman tersebut cepat mati, sedangkan dalam darah untuk
transfusi dapat hidup tujuh puluh dua jam. Dengan strategi hampir
selalu menular ke korban baru melalui persetubuhan atau seks oral, makhluk
kecil ini masuk melalui kulit, dari sana ia menyebar dengan ganas. Biasanya
berhasil masuk kedalam aliran darah dan dalam 1 minggu mereka sudah
menyebar keseluruh tubuh.
d. Patogenesis
Sifilis dapat ditularkan oleh ibu
pada waktu persalinan, namun sebagian besar kasus sifilis kongenital merupakan
akibat penularan in utero. Resiko sifilis kongenital berhubungan langsung
dengan stadium sifilis yang diderita ibu semasa kehamilan. Lesi sifilis
congenital biasanya timbul setelah 4 bulan in utero pada saat janin sudah dalam
keadaan imunokompeten. Penularan inutero terjadi transplasental, sehingga dapat
dijumpai Treponema pallidum pada plasenta, tali pusat, serta
cairan amnion.
Treponema pallidum melalui plasenta masuk ke dalam
peredaran darah janin dan menyebar ke seluruh jaringan. Kemudian berkembang
biak dan menyebabkan respons peradangan selular yang akan merusak janin.
Kelainan yang timbul dapat bersifat fatal sehingga terjadi abortus atau lahir
mati atau terjadi gangguan pertumbuhan pada berbagai tingkat kehidupan
intrauterine maupun ekstrauterin.
n.
Prognosis
Prognosis pada ibu hamil dengan
sifilis buruk, jika tidak dilakukan penanganan yang tepat akan berdampak buruk
baik si ibu maupun untuk janin yang dikandungnya.
o.
Gejala Subjektif dan Objektif
Secara umum manifestasi klinik dari
penyakit sifilis yaitu : keluarnya cairan dari vagina dan dubur dari biasanya.
Dapat berwarna putih susu, kekuningan , kehijauan , atau disertai bercak darah
dan bau yang tidak enak perih, nyeri atau panas setelah BAK atau sering BAK.
Adanya luka terbuka (luka besar
sekitar alat kemaluan atau mulut) dapat terasa nyeri atau tidak , tumbuh
seperti jengger ayam atau tumbuh disekitar kemaluan.
Secara khusus manifestasi klinik dari
penyakit sifilis antara lain:
1)
Sifilis stadium 1 : terjadi efek
primer berupa papul tidak nyeri sekitar 3 minggu kemudian. Terjadi penjalaran
ke kelenjar inguinal medial. Timbul lesi pada alat kelamin ekstra genital
seperti bibir, lidah, tonsil puting susu, jari dan anus misalnya pada penularan
ekstrakoital.
2)
Sifilis stadium 2 : gejala
konstitisi seperti nyeri kepala subfebris, anoreksia , nyeri pada tulang, leher
timbul macula, papula, pustule, dan rupia. Kelainan selaput lendir, limfa
denitis yang generalisata.
3)
Sifilis stadium 3 : terjadi setelah
3 sampai 7 tahun infeksi guma dapat timbul pada semua jaringan dan organ ,
membentuk nekrosis sentral juga ditemukan diorgan dalam, yaitu lambung ,
paru-paru. Nodus dibawah kulit dapat berskuma tidak nyeri.
Sifilis kongenital, pada kondisi dini dapat muncul beberapa
minggu (3 minggu) setelah bayi dilahirkan. Kelainan berupa : pemfigus,
sifilitika, papula, scuma, sekret hidung yang sering bercampur darah, adanya
oesteo kondritis pada foto roentgen.
Kondisi lanjut dapat terjadi pada usia 2 tahun lebih. Pada 7
sampai 9 tahun dengan adanya keratitis, intersial (menyebabkan kebutaan)
ketulian,gigi,varises perporasi paratum durum, serta kelainan tulang tibia dan
frontalis.
p.
Diagnosis
Diagnosis pasti pada sifilis
kongenital ditegakan dengan identifikasi T.pallidum. Selain itu,
sifilis kongenital dapat didiagnosis berdasarkan pemeriksaan antepartum dan
pada bayi lahir mati. Untuk pemeriksaan pada janin dapat digunakan
ultrasonografi (USG). Pada pemeriksaan USG dapat dijumpai penebalan kulit,
penebalan plasenta, hepatosplenomegali dan hidramnion. Pemeriksaan ini dilengkapi
dengan pemeriksaan cairan amnion untuk mencari adanya treponema.
Identifikasi T. pallidum dengan pemeriksaan mikroskop lapagan
gelap atau imunofluoresensi dapat dilakukan apabila dijumpai secret
hidung, mucous patches, lesi vesiko bulosa atau kondiloma lata.
Namun, cara konvensional untuk
pengambilan specimen tidak sensitive dan merupakan prosedur invasive, sehingga
sulit dilakukan dan hanya dilakukan pada bayi dengan lesi luas. Selain itu,
terdapat beberapa kendala yang menyebabkan identifikasi T.pallidum sulit
dilakukan untuk menegakkan diagnosis sifilis kongenital.
q.
Penatalaksanaan
Pengobatan
sifilis kongenital terbagi menjadi pengobatan pada ibu hamil dan pengobatan
pada bayi. Penisilin masih tetap merupakan obat pilihan untuk pengobatan sifilis,
baik sifilis didapat maupun sifilis kongenital. Pada wanita hamil, tetrasiklin
dan doksisiklin merupakan kontraindikasi. Penggunaan sefriakson pada wanita
hamil belum ada data yang lengkap. Pengobatan sifilis pada kehamilan di bagi
menjadi tiga, yaitu :
1) Sifilis
dini (primer, sekunder, dan laten dini tidak lebih dri 2 tahun).Benzatin
penisilin G 2,4 juta unit satu kali suntikan IM, atau penisilin G prokain
dalamaquadest 600.000 unit IM selama 10 hari.
2) Sifilis
lanjut (lebih dari 2 tahun, sifilis laten yang tidak diketahui
lama infgeksi, sifilis kardiovaskular, sifilis lanjut benigna, kecuali
neurosifilis) Benzatin penisilin G 2,4 juta unit, IM setiap minggu, selama
3 x berturut-turut, atau dengan penisilin G prokain 600.000 unit IM setiap hari
selama 21 hari.
3) Neurosifilis
Bezidin penisilin 6-9 MU selama 3-4
minggu. Selanjutnya dianjurkan pemberian benzil penisilin 2-4 MU secara IV
setiap 4 jam selama 10 hari yang diikuti pemberian penisilinlong acting,
yaitu pemberian benzatin penisilin G 2,4 juta unit IM sekali seminggu selama 3
minggu, atau penisilin G prokain 2,4 juta unit IM + prebenesid 4 x 500 mg/hari
selama 10 hari yang diikuti pemberian benzatin penisilin G 2,4 juta unit IM
sekali seminggu selama 3 minggu.
3.
HIV/AIDS
a.
Etiologi
Virus
penyebab defisiensi imun yang dikenal dengan nama Human Immunodeficiency Virus
(HIV) ini adalah suatu virus RNA dari famili Retrovirusdan subfamily
Lentiviridae. Sampai sekarang baru dikenal dua serotype HIV yaitu HIV-1 dan
HIV-2 yang juga disebut lymphadenopathy associated virus type-2(LAV-2) yang
sampai sekarang hanya dijumpai pada kasus AIDS atau orang sehat di Afrika.
Spektrum penyakit yang menimbulkannya belum banyak diketahui. HIV-1, sebagai
penyebab sindrom defisiensi imun (AIDS) yang tersering, dahulu dikenal juga
sebagai human T cell-lymphotropic virus type III
(HTLV-III),lymphadenipathy-associated virus (LAV) dan AIDS-associated virus.
Secara morfologik, virus ini
berbentuk bulat, terdiri dari bagian inti (core)yang berbentuk silindris dan
selubung (envelope) yang berstruktur lipid bilayer yang membungkus bagian core,
dimana didalam core ini terdapat RNA virus ini. Karena informasi genetik virus
ini berupa RNA, maka virus ini harus mentransfer informasi genetiknya yang
berupa RNA menjadi DNA sebelum diterjemahkan menjadi protein-protein. Dan untuk
tujuan ini HIV memerlukan enzim reverse transkriptase.
b.
Patofisiologi
Setelah
masuk ke dalam tubuh, HIV akan menempel pada sel yang mempunyai molekul CD4
pada permukaannya. Molekul CD4 ini mempunyai afinitas yang sangat besar
terhadap HIV, terutama terhadap molekul gp 120 dari selubung virus. Diantara
sel tubuh yang memiliki CD4, sel limfosit T memiliki molekul CD4 yang paling
banyak. Oleh karena itu, infeksi HIV dimulai dengan penempelan virus pada
limfosit T. Setelah penempelan, terjadi diskontinuitas dari membran sel
limfosit T yang disebabkan oleh protein gp41 dari HIV, sehingga seluruh
komponen virus harus masuk ke dalam sitoplasma sel limfosit-T, kecuali
selubungnya.
Setelah
masuk ke dalam sel, akan dihasilkan enzim reverse transcriptase. Dengan adanya
enzim reverse transcriptase, RNA virus akan diubah menjadi suatu DNA. Karena
reverse transcriptase tidak mempunyai mekanismeproofreading (mekanisme baca
ulang DNA yang dibentuk) maka terjadi mutasi yang tinggi dalam proses
penerjemahan RNA menjadi DNA ini. Dikombinasi dengan tingkat reproduktif virus
yang tinggi, mutasi ini menyebabkan HIV cepat mengalami evolusi dan sering
terjadi resistensi yang berkelanjutan terhadap pengobatan.
c.
Cara Penularan
Penularan
HIV dapat terjadi melalui hubungan seksual, secara horizontal maupun vertikal
(dari ibu ke anak).
a.
Melalui
hubungan seksual
Baik secara vaginal, oral ataupun anal dengan seorang
pengidap. Ini adalah cara yang umum terjadi, meliputi 80-90% dari total kasus
sedunia. Lebih mudah terjadi penularan bila terdapat lesi penyakit kelamin
dengan ulkus atau peradangan jaringan seperti herpes genitalis, sifilis,
gonore. Resiko pada seks anal lebih besar dibandingkan seks vaginal dan resiko
juga lebih besar pada yang reseptive daripada yang insertie. Diketahui juga
epitel silindris pada mukosa rektum, mukosa uretra laki-laki dan kanalis
servikalis ternyata mempunyai reseptor CD4 yang merupakan target utama HIV.
b. Transmisi
horisontal (kontak langsung dengan darah/produk darah/jarum suntik):
a) Tranfusi
darah/produk darah yang tercemar HIV, resikonya sekitar 0,5-1% dan telah
terdapat 5-10% dari total kasus sedunia.
b) Pemakaian jarum
tidak steril/pemakaian bersama jarum suntik pada para pecandu narkotik suntik.
Resikonya sangat tinggi sampai lebih dari 90%. Ditemukan sekitar 3-5% dari
total kasus sedunia.
c) Penularan lewat
kecelakaan tertusuk jarum pada petugas kesehatan. Resikonya sekitar kurang dari
0,5% dan telah terdapat kurang dari 0,1% dari total kasus sedunia.
c. Infeksi HIV secara
vertikal terjadi pada satu dari tiga periode berikut :
a) Intra uterin : Terjadi sebelum kelahiran atau pada
masa awal kehamilan sampai trisemester kedua, yang mencakup kira-kira 30-50%
dari penularan secara vertikal. Janin dapat terinfeksi melalui transmisi virus
lewat plasenta dan melewati selaput amnion, khususnya bila selaput amnion
mengalami peradangan atau infeksi.
b) Intra partum : Transmisi vertikal paling sering
terjadi selama persalinan, kurang lebih 50-60%, dan banyak faktor-faktor mempengaruhi
resiko untuk terinfeksi pada periode ini. Secara umum, semakin lama dan semakin
banyak jumlah kontak neonatus dengan darah ibu dan sekresi serviks dan vagina,
maka semakin besar resiko penularan. Bayi prematur dan BBLR mempunyai resiko
terinfeksi lebih tinggi selama persalinan karena barier kulitnya yang lebih
tipis dan pertahanan imunologis pada mereka lebih lemah.
c) Post partum : Bayi baru lahir terpajan oleh cairan
ibu yang terinfeksi dan bayi
dapat tertular melalui pemberian air susu ibu yang terinfeksi HIV kira-kira
7-22%.
Lebih
dari 90% penularan HIV dari ibu ke anak terjadi selama dalam kandungan,
persalinan dan menyusui.
d. Masa Inkubasi
Masa
inkubasi adalah waktu terjadinya infeksi sampai munculnya gejala pertama pada
pasien. Pada infeksi HIV hal ini sulit diketahui. Dari penelitian pada sebagian
besar kasus dikatakan masa inkubasi rata-rata 5-10 tahun, dan bervariasi sangat
lebar, yaitu antara 6 bulan sampai lebih dari 10 tahun. rata-rata 21 bulan pada
anak-anak dan 60 bulan pada orang dewasa walaupun belum ada gejala, tetapi yang
bersangkutan telah dapat menjadi sumber penularan.
BAB
III
PEMBAHASAN
RUBELLA
DALAM KEHAMILAN
Rubella yang sering disebut orang
dengan Campak Jerman merupakan jenis penyakit menular yang disebabkan oleh virus.
Rubella dapat menyerang siapa saja tidak pandang bulu. Bisa menyerang orang
tua, remaja, anak – anak, bahkan bayi sekalipun. Sebenarnya Rubella ditemukan
oleh Sir Norman Greg dari Eropa sejak tahun 1941, namun baru dapat
disosialisasikan pada tahun 1962. Walaupun penderita Rubella tidak menampakkan
gejala klinis 14-21 hari, namun virus ini sebetulnya telah berada di beberapa
tempat misalnya tenggorokan, bulu hidung, air seni, dan kotoran manusia.
Sebanyak 50% lebih ibu
hamil yang mengalami Rubella tidak merasa apa-apa. Sebagian lain mengalami
demam, tulang ngilu, kelenjar belakang telinga membesar dan agak nyeri. Setelah
1-2 hari muncul bercak-bercak merah seluruh tubuh yang hilang dengan sendirinya
setelah beberapa hari. Dokter tentunya juga tidak curiga bila tidak mendapat
laporan dari ibu. Walaupun ibu tidak merasa apa-apa, tetapi akibatnya dapat
fatal bagi janin.
Berdasarkan data dari
WHO, paling tidak 236.000 kasus Sindrom Rubella Kongenital terjadi setiap tahun
di negara-negara berkembang dan dapat meningkat 10 kali lipat pada saat terjadi
epidemi.
Rubella yang sangat berbahaya bagi
ibu hamil.
Virusnya ini memang tidak hanya menyerang ibu hamil, tetapi efek yang
diakibatkan virus ini patut diwaspadai oleh ibu hamil karena bisa menyebabkan
keguguran, terganggunya perkembangan pada janin, hingga terjadinya kelainan
saat proses kelahiran. Dan terakhir, ada dugaan sementara bahwa Virus Rubella
yang menyerang ibu hamil dapat menyebabkan anak mengalami autisme.
Penyakit
ini biasanya menyerang pada bagian saluran pernafasan atau di dalam tenggorokan. Cara
penularannya bisa lewat udara, ludah, kontak kulit, dan dapat juga lewat
kotoran manusia.
Virus Rubella sangat berbahaya bila menyerang ibu hamil
karena bisa mengakibatkan keguguran. Bila
ibu hamil yang belum kebal terserang virus Rubella saat hamil kurang dari 4
bulan, maka akan terjadi berbagai cacat berat pada janin. Kalau tidak keguguran
sebagian besar bayi yang
dilahirkan bisa terkena penyakit katarak pada lensa mata, tuli, hidrosefalus,
microsefalus, hypoplasia (gangguan pertumbuhan organ tubuh seperti jantung,
para – paru, dan limpa). Bisa juga menyebabkan berat bayi tidak normal,
keterbelakangan mental, hepatitis, radang selaput otak, radang iris mata dan
beberapa jenis penyakit lainnya.
Pengobatan virus rubella, untuk itu sebelum
merencanakan kehamilan ada baiknya Anda mendeteksi terlebih dahulu ada tidaknya
virus ini dalam tubuh dengan melakukan serangkaian tes yang disebut tes TORCH.
Namun bagi seorang ibu yang sudah terkena Virus Rubella sebelum hamil maka
ketika hamil ia malah memiliki kekebalan tubuh terhadap virus tersebut,
kekebalan tubuh si ibu terhadap Virus Rubella itu akan ikut masuk ketubuh janin
dengan begitu, janin tidak akan terkena Rubella hingga kemudian si anak lahir
dan berusia satu tahun.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
“Rubella”
atau dikenal juga dengan nama Campak Jerman adalah penyakit menular yang
disebabkan oleh virus Rubella. Virus biasanya menginfeksi tubuh melalui
pernapasan seperti hidung dan tenggorokan. Infeksi virus Rubella merupakan
penyakit ringan pada anak dan dewasa, tetapi apabila terjadi pada ibu yang
sedang mengandung virus ini dapat menembus dinding plasenta dan langsung
menyerang janin.
Hepatitis
atau radang hati, satu jenis penyakit hati yang paling sering dijumpai di
antara penyakit – panyakit lain yang menyerang hati. Penyakit ini terutama
disebabkan oleh virus dan ditandai oleh perubahan warna kulit dan bagian putih
mata (sclera) menjadi kekuningan. Warna kuning tersebut timbul karena adanya
pengendapan pigmen bilirubin, yang bersal dari cairan empedu. Warna air kencing
penderita pun menjadi kuning atau bahkan kecoklatan seperti air teh.
Gonore atau Kencing Nanah adalah
salah satu penyakit menular seksual (PMS) yang berlangsung dalam tempo singkat
(akut). Penyakit ini disebabkan oleh kuman Neisseria gonorrhoeae, yakni kuman
berbentuk mirip kopi (diplococcus).
Virus penyebab defisiensi imun yang dikenal dengan nama Human Immunodeficiency Virus (HIV) ini adalah suatu virus RNA dari
famili Retrovirus dan subfamily Lentiviridae. Sampai sekarang baru dikenal dua
serotype HIV yaitu HIV-1 dan HIV-2 yang juga disebut lymphadenopathy associated virus
type-2 (LAV-2) yang sampai
sekarang hanya dijumpai pada kasus AIDS atau orang sehat di Afrika. Spektrum
penyakit yang menimbulkannya belum banyak diketahui.
B.
Saran
1.
Agar penyakit Penyakit infeksi dalam
kehamilan dapat dicegah hendaknya ditingkatkan upaya konseling melalui program
KIE kepada masyarakat luas khususnya mereka yang mempunyai risiko tinggi.
Sehingga masyarakat menyadari bahaya yang ditimbulkan dari penyakit tersebut.
2.
Hendaknya kita menjaga agar diri
kita bisa terbebas dari penyakit ini, serta petugas kesehatan dapat memberikan
penyuluhan dengan penekanan pada aspek perubahan perilaku.
DAFTAR PUSTAKA
Hans
Tandra, Moh. Yogiantoro, Achmad Hassan, Widawati Soemarto, Hendra Rahardja. Hepatitis Virus tipe Fulminan pada kehamilan.
Acta Media Indon 1988; XX : 3.
Majoer, Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta.
Media Aesculapius. FKUI.
Mochtar, Rustam. Prof. DR. 1989. Sypnosis Obstetrik : Obstetrik Patologi.
Edisi I. Jakarta : EGC
Manumba, Ida Bagus. 1993. Penuntun Kepanitraan Klinik Obstetrik dan
Ginekologi. Jakarta : EGC
Prayetni. 1996. Asuhan Keperawatan Ibu dengan Gangguan
Sistem Reproduksi. Jakarta. Depkes RI Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan.
Yunihastuti E, Wibowo N, Djauzi S,
Djoerban Z. Kelompok Studi Kasus AIDS FKUI/RSUPN dr.Ciptomangunkusumo. Infeksi HIV pada Kehamilan.
2003. FKUI. Jakarta (1 – 32).
http://creasoft.wordpress.com/2013/03/17/infeksi-pada-kehamilan
Sangat bermanfaat sekali, Silahkan juga kunjungi :
ReplyDelete1. Asuhan Kehamilan dan Persalinan Dengan Penyakit Jantung
2. Kumpulan materi pelajaran SD, SMP, SMA, tugas sekolah lengkap dengan jawaban dan materi perkuliahan (www.materibelajar.id)
I do not know if you would be interested in my case.Here is Dr Itua Contact Information,drituaherbalcenter@gmail.com Or mobile +2348149277967 He talk on Whatsapp too.
ReplyDeleteI was treated for Hepatitis C genotype 2 commencing on january 14, 2017 I was treated with Dr Itua Herbal Medicine which he prepared and send to me Via EMS Courier service and I received it @ Ohio Post Office .I drink in two weeks as he instructed me to and I was cured.Just in two weeks,Isn’t that joyful.yes i’m happy and my heart fill with joy.
I carry a high risk of Lymphoma relapse due to constant exposure to the hepatitis C virus.
In order for me to have the maximum chance of a cure from my Non-Hodgkins Lymphoma the Hepatitis C must be treated in a timely manner or my life hangs in jeopardy. Dr Itua made my life meaningful again.And to my friend Nicky who directed me to Dr itua herbal center i forever debted to you my dear friend.Doctor Itua Assured me he can as well cured the following desease,HIV,COPD,DIABETES,HERPES VIRUS,HEPATITIS,