~ Permata Ayu ~
Font

Wednesday 26 June 2013

Kehamilan dengan rubella, hepatitis, gonorhoe/sifilis dan hiv/aids


BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Penyakit infeksi dalam kehamilan adalah penyakit yang disebabkan oleh virus atau bakteri yang sangat membahayakan bagi ibu hamil. Penyakit ini akan semakin berisiko apabila dan dapat menyebabkan kematian pada janin yang dikandung ibu hamil Penyakit ini menjadi suatu masalah dalam kesehatan reproduksi di Indonesia, hal ini disebabkan karena penyakit infeksi kehamilan dapat mengganggu kesehatan reproduksi dan perkembangan janin dalam tubuh ibu hamil.
Dampak yang timbul akibat infeksi dalam kehamilan ini, khususnya bagi ibu hamil tidak dapat diabaikan begitu saja. Masalah tersebut merupakan masalah besar yang memerlukan penanganan khusus dengan biaya mahal tapi hasilnya tidak begitu memuaskan.
Penyakit infeksi dalam kehamilan menjadi perhatian dari semua pihak, mengingat pengaruhnya terhadap keselamatan manusia pada saat ini maupun keselamatan generasi penerus atau keturunan. Maka dari itu diperlukan penanganan sedini mungkin dengan cara menjaga kebersihan lingkungan dan makanan serta menghindarkan hubungan seksual yang tidak sehat. Hepatitis dan penyakit hati lain yang terjadi selama kehamilan harus menjadi perhatian karena dapat menimbukan masalah kesehatan serius, baik bagi ibu maupun bayi.
Tentunya dalam memberikan pelayanan kebidanan di masyarakat banyak permasalahan yang ditemui oleh bidan, diantaranya adalah mengenai Penyakit Menular Seksual (PMS). PMS merupakan sekelompok penyakit yang disebabkan oleh infeksi berbagai jenis mikroorganisme (virus, bakteri, protozoa dan jamur) yang menimbulkan gejala klinik utama di saluran kemih dan reproduksi, yang jalur penularannya melalui hubungan seksual.
Wanita, termasuk yang sedang hamil, merupakan kelompok resiko tinggi terhadap PMS. Penelitian di Surabaya menyebutkan angka kejadian PMS pada ibu hamil adalah 19,2%. Angka kejadian PMS pada ibu hamil yang melakukan asuhan antenatal di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta (1998) adalah 16,1% untuk kandidiasis vaginalis, 4,2% infeksi klamidia dan 1,2% trikomoniasis.
Penyakit menular seksual, atau PMS adalah berbagai infeksi yang dapat menular dari satu orang ke orang yang lain melalui kontak seksual.  Menurut the Centers for Disease Control (CDC) terdapat lebih dari 15 juta kasus PMS dilaporkan per tahun.  Kelompok remaja dan dewasa muda (15-24 tahun) adalah kelompok umur yang memiliki risiko paling tinggi untuk tertular PMS, 3 juta kasus baru tiap tahun adalah dari kelompok ini.
Contohnya saja gonore dan sifilis. Gonore adalah penyakit menular seksual (PMS) yang disebabkan oleh Bakteri Neisseria gonorrhoeae. Masa inkubasinya adalah 2-10 hari setelah kuman masuk kedalam tubuh melalui hubungan seksual. Penyakit ini mempunyai insidens yang tinggi dibanding penyakit menular seksual lainnya. Infeksi ini ditularkan melalui hubungan seksual, dapat juga ditularkan kepada janin pada saat proses kelahiran berlangsung. Walaupun semua golongan rentan terinfeksi penyakit ini, tetapi insidens tertingginya berkisar pada usia 15-35 tahun. Di antara populasi wanita pada tahun 2000, insidens tertinggi terjadi pada usia 15 -19 tahun (715,6 per 100.000) sebaliknya pada laki-laki insidens rata-rata tertinggi terjadi pada usia 20-24 tahun (589,7 per 100.000). Epidemiologi N. gonorrhoeae berbeda pada tiap – tiap negara berkembang
Sedangkan Sifilis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman Treponema pallidum,  yang menyerang manusia, bersifat kronis, sistemik dan dapat mengenai semua bagian tubuh, dapat bersifat laten selama bertahun-tahun, menular serta dapat diobati. Sifilis kongenital adalah sifilis yang ditularkan oleh ibu kepada janinnya secara intra uterin. Nama lainnya adalah luesconnate, syphilis connata, venereal, penyakit raja singa.
Di Eropa dan Amerika Serikat insiden sifilis kongenital pada umumnya menurun sekitar tahun 1970 sampai awal 1980, namun dalam beberapa tahun terakhir tampak adanya peningkatan insiden sifilis kongenital. Peningkatan ini diduga berkaitan dengan peningkatan insiden primer dan sekunder pada wanita usia subur yang berumur 15-29 tahun. Di samping itu, sifilis congenital merupakan penyebab 20-30% kematian bayi perinatal.
Permasalahan semakin rumit ketika pada akhir tahun 2002, UNAIDS memperkirakan di seluruh dunia terdapat 42 juta orang yang hidup dengan HIV; 19,2 juta di antaranya perempuan dan 3,2 juta anak di bawah usia 15 tahun. Selama tahun 2002 terdapat 800.000 kasus baru dan 610.000 kematian anak yang menderita HIV. Sebagian besar (91%) anak tersebut tertular HIV dari ibunya. Diperkirakan setiap tahunnya terdapat 600.000 kasus HIV baru akibat penularan vertikal dari ibu ke anaknya. Jumlah kasus HIV-AIDS pada kehamilan di Indonesia dan di dunia semakin meningkat.
Penyakit menular seksual dapat menimbulkan morbiditas dan mortalitas terhadap ibu maupun bayi yang dikandung/dilahirkannya. Oleh sebab itu penting dilakukannya penanggulangan yang tepat yaitu secara preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif.


B.     Tujuan
1.        Tujuan Umum
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah menemukan jenis-jenis infeksi pada penyakit menular seksual dan melakukan penanggulangan secara promotif dan preventif (dalam lingkup kebidanan).
2.      Tujuan Khusus
a.       Mengetahui tentang kehamilan dengan infeksi (Rubella)
b.      Mengetahui tentang kehamilan dengan infeksi (Hepatitis)
c.       Mengetahui tentang kehamilan dengan Penyakit Menular Seksual (Gonorhoe/Sifilis)
d.      Mengetahui tentang kehamilan dengan Penyakit Menular Seksual (HIV/AIDS)

C.     Manfaat
1.        Bagi Mahasiswa
Menambah wawasan tentang kehamilan dengan infeksi penyakit menular seksual.
2.        Bagi Dosen
Sebagai bahan pengkajian terhadap mahasiswa tentang sejauh mana pengetahuan mereka tentang penyakit menular seksual.
3.        Bagi Instusi Pendidikan
Sebagai bahan tambahan untuk koleksi diperpustakaan.
4.      Bagi Masyarakat
Menambah wawasan sehingga masyarakat menyadari tentang penyakit menular seksual.












BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A.     Kehamilan Dengan Infeksi
1.        Rubella
a.      Definisi
Rubella yang sering disebut orang dengan Campak Jerman merupakan jenis penyakit menular yang disebabkan oleh virus. Rubella dapat menyerang siapa saja tidak pandang bulu. Bisa menyerang orang tua, remaja, anak - anak, bahkan bayi sekalipun. Sebenarnya Rubella ditemukan oleh Sir Norman Greg dari Eropa sejak tahun 1941, namun baru dapat disosialisasikan pada tahun 1962.
Walaupun penderita Rubella tidak menampakkan gejala klinis 14-21 hari, namun virus ini sebetulnya telah berada di beberapa tempat misalnya tenggorokan, bulu hidung, air seni, dan kotoran manusia. Virus ini menular lewat udara. Rubela juga biasanya ditularkan oleh ibu kepada bayinya, makanya disarankan untuk melakukan tes Rubela sebelum hamil. Bayi yang terkena virus Rubela selama di dalam kandungan beresiko cacat. Sering dijumpai apabila infeksi dijumpai pada kehamilan trimester I (30-50%). Anggota tubuh anak yang bisa menderita karena rubella:
1)      Mata (katarak, glaucoma, mikroftalmia)
2)      Jantung (Duktus arteriosus persisten, stenosis pulmonalis, septum terbuka)
3)      Alat pendengaran (tuli)
4)      Susunan syaraf pusat (meningoensefalitis, kebodohan)
Dapat pula terjadi hambatan pertumbuhan intra uterin, kelainan hematologik (termasuk trombositopenia dan anemia), hepatosplenomegalia dan ikterus, pneumonitis interstisialis kronika difusa, dan kelainan kromosom. Selain itu bayi dengan rubella bawaan selama beberapa bulan merupakan sumber infeksi bagi anak-anak dan orang dewasa lain.
b.      Rubella dalam Kehamilan
Sekitar 10 – 15% wanita dewasa rentan terhadap infeksi Rubella. Perjalanan penyakit tidak dipengaruhi oleh kehamilan dan ibu hamil dapat atau tidak memperlihatkan adanya gejala penyakit. Derajat penyakit terhadap ibu tidak berdampak terhadap resiko infeksi janin. Infeksi yang terjadi pada trimester I memberikan dampak besar terhadap janin. Infeksi Rubella berbahaya bila tejadi pada wanita hamil muda, karena dapat menyebabkan kelainan pada bayinya. Jika infeksi terjadi pada bulan pertama kehamilan maka risiko terjadinya kelainan adalah 50%, sedangkan jika infeksi tejadi trimester pertama maka risikonya menjadi 25% (menurut America College of Obstatrician and Gynecologists, 1981).
Bila ibu hamil yang belum kebal terserang virus Rubella saat hamil kurang dari 4 bulan, akan terjadi berbagai cacat berat pada janin. Sebagian besar bayi akan mengalami katarak pada lensa mata, gangguan pendengaran, bocor jantung, bahkan kerusakan otak. Infeksi Rubella pada kehamilan dapaT menyebabkan keguguran, bayi lahir mati atau gangguan terhadap janin Susahnya, sebanyak 50% lebih ibu yang mengalami Rubella tidak merasa apa-apa. Sebagian lain mengalami demam, tulang ngilu, kelenjar belakang telinga membesar dan agak nyeri. Setelah 1-2 hari muncul bercak-bercak merah seluruh tubuh yang hilang dengan sendirinya setelah beberapa hari. Tidak semua janin akan tertular. Jika ibu hamil terinfeksi saat usia kehamilannya < 12 minggu maka risiko janin tertular 80-90 persen. Jika infeksi dialami ibu saat usia kehamilan 15-30 minggu, maka risiko janin terinfeksi turun yaitu 10-20 persen.
Namun, risiko janin tertular meningkat hingga 100 persen jika ibu terinfeksi saat usia kehamilan > 36 minggu. Untungnya, Sindrom Rubella Kongenital biasanya terjadi hanya bila ibu terinfeksi pada saat umur kehamilan masih kurang dari 4 bulan. Bila sudah lewat 5 bulan, jarang sekali terjadi infeksi. Di samping itu, bayi juga berisiko lebih besar untuk terkena diabetes melitus, gangguan tiroid, gangguan pencernaan dan gangguan syaraf.

c.       Penyebab
Virus yang ditularkan melalui kontak udara maupun kontak badan. Virus ini bisa menyerang usia anak dan dewasa muda. Pada ibu hamil bisa mengakibatkan bayi lahir tuli. Penularan virus rubella adalah melalui udara dengan tempat masuk awal melalui nasofaring dan orofaring. Setelah masuk akan mengalami masa inkubasi antara 11 sampai 14 hari sampai timbulnya gejala. Hampir 60 % pasien akan timbul ruam. Penyebaran virus rubella pada hasil konsepsi terutama secara hematogen. Infeksi kongenital biasanya terdiri dari 2 bagian : viremia maternal dan viremia fetal. Viremia maternal terjadi saat replikasi virus dalam sel trofoblas. Kemudian tergantung kemampuan virus untuk masuk dalam barier bayi-bayi lain, disamping bagi orang dewasa yang rentan dan berhubungan dengan bayi tersebut.

d.      Diagnosis
Diagnosis rubella tidak selalu mudah karena gejala-gejala kliniknya hampir sama dengan penyakit lain, kadang tidak jelas atau tidak ada sama sekali. Virus pada rubella sering mencapai dan merusak embrio dan fetus. Diagnosis pasti dapat dibuat dengan isolasi virus atau dengan ditemukannya kenaikan titer anti rubella dalam serum. Nilai titer antibody, yaitu:
1)      Imunitas 1:10 atau lebih
2)      Imunitas rendah < 1:10
3)      Indikasi adanya infeksi saat ini > 1:64
Apabila wanita hamil dalam trimester I menderita viremia, maka abortus buatan perlu dipertimbangkan. Setelah trimester I, kemungkinan cacat bawaan menjadi kurang yaitu 6,8% dalam trimester II dan 5,3% dalam trimester III.
e.      Gejala
1)      Pembengkakan pada kelenjar getah bening.
2)      Demam diatas 38 derajat Celsius.
3)      Mata terasa nyeri.
4)      Muncul bintik-bintik merah di seluruh tubuh.
5)      Kulit kering.
6)      Sakit pada persendian.
7)      Sakit kepala.
8)      Hilang nafsu makan.

f.        Isolasi
Dianjurkan selama diisolasi sekurang-kurangnya 4 hari setelah gejala bintik-bintik merah muncul.

g.      Pemeriksaan
Pemeriksaan rubella harus dikerjakan pada semua pasien hamil dengan mengukur IgG . Mereka yang non-imune harus memperoleh vaksinasi pada masa pasca persalinan. Tindak lanjut pemeriksaan kadar rubella harus dilakukan oleh karena 20% yang memperoleh vaksinasi ternyata tidak memperlihatkan adanya respon pembentukan antibodi dengan baik. Infeksi rubella tidak merupakan kontra indikasi pemberian ASI.
            Tidak ada terapi khusus terhadap infeksi Rubella dan pemberian profilaksis dengan gamma globulin pasca paparan tidak dianjurkan oleh karena tidak memberi perlindungan terhadap janin.Pemeriksaan Laboratorium yang dilakukan meliputi pemeriksaan Anti-Rubella IgG dana IgM. Pemeriksaan Anti-rubella IgG dapat digunakan untuk mendeteksi adanya kekebalan pada saat sebelum hamil. Jika ternyata belum memiliki kekebalan, dianjurkan untuk divaksinasi. Pemeriksaan Anti-rubella IgG dan IgM terutama sangat berguna untuk diagnosis infeksi akut pada kehamilan < 18 minggu dan risiko infeksi rubella bawaan.

h.      Terapi Antivirus
1)        Acyclovir adalah anti virus yang digunakan secara luas dalam kehamilan .
2)        Acyclovir diperlukan untuk terapi infkesi primer herpes simplek atau virus varicella zoster yang terjadi pada ibu hamil .
3)        Selama kehamilan dosis pengobatan tidak perlu disesuaikan .
4)        Obat antivirus lain yang masih belum diketahui keamanannya selama kehamilan : Amantadine dan Ribavirin.

i.        Pencegahan
Vaksinasi sejak kecil atau sebelum hamil. Untuk perlindungan terhadap serangan virus Rubella telah tersedia vaksin dalam bentuk vaksin kombinasi yang sekaligus digunakan untuk mencegah infeksi campak dan gondongan, dikenal sebagai vaksin MMR (Mumps, Measles, Rubella).Vaksin Rubella diberikan pada usia 15 bulan. Setelah itu harus mendapat ulangan pada umur 4-6 tahun. Bila belum mendapat ulangan pada umur 4-6 tahun, harus tetap diberikan umur 11-12 tahun, bahkan sampai remaja. Vaksin tidak dapat diberikan pada ibu yang sudah hamil.
Deteksi status kekebalan tubuh sebelum hamil. Sebelum hamil sebaiknya memeriksa kekebalan tubuh terhadap Rubella, seperti juga terhadap infeksi TORCH lainnya.
 Jika anti-Rubella IgG saja yang positif, berarti Anda pernah terinfeksi atau sudah divaksinasi terhadap Rubella. Anda tidak mungkin terkena Rubella lagi, dan janin 100% aman. Jika anti-Rubella IgM saja yang positif atau anti-Rubella IgM dan anti-Rubella IgG positif, berarti anda baru terinfeksi Rubella atau baru divaksinasi terhadap Rubella. Dokter akan menyarankan Anda untuk menunda kehamilan sampai IgM menjadi negatif, yaitu selama 3-6 bulan.
Jika anti-Rubella IgG dan anti-Rubella IgM negatif berarti anda tidak mempunyai kekebalan terhadap Rubella. Bila anda belum hamil, dokter akan memberikan vaksin Rubella dan menunda kehamilan selama 3-6 bulan. Bila anda tidak bisa mendapat vaksin, tidak mau menunda kehamilan atau sudah hamil, yang dapat dikerjakan adalah mencegah anda terkena Rubella.
Bila sudah hamil padahal belum kebal, terpaksa berusaha menghindari tertular Rubella dengan cara berikut: jangan mendekati orang sakit demam, jangan pergi ke tempat banyak anak berkumpul, misalnya Playgroup sekolah TK dan SD. Jangan pergi ke tempat penitipan anak Sayangnya, hal ini tidak dapat 100% dilaksanakan karena situasi atau karena orang lain yang terjangkit Rubella belum tentu menunjukkan gejala demam. Kekebalan terhadap Rubella diperiksa ulang lagi umur 17-20 minggu. Bila ibu hamil mengalami Rubella, periksalah darah apa benar terkena Rubella.
Bila ibu sedang hamil mengalami demam disertai bintik-bintik merah, pastikan apakah benar Rubella dengan memeriksa IgG dan IgM Rubella setelah 1 minggu. Bila IgM positif, berarti benar infeksi Rubella baru. Bila ibu hamil mengalami Rubella, pastikan apakah janin tertular atau tidak Untuk memastikan apakah janin terinfeksi atau tidak maka dilakukan pendeteksian virus Rubella dengan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction). Bahan pemeriksaan diambil dari air ketuban (cairan amnion). Pengambilan sampel air ketuban harus dilakukan oleh dokter ahli kandungan & kebidanan, dan baru dapat dilakukan setelah usia kehamilan lebih dari 22 minggu.

2.        Hepatitis
a.      Definisi  
Hepatitis merupakan suatu istilah umum untuk terjadinya peradangan pada sel-sel hati. Hepatitis dapat disebabkan oleh kondisi non-infeksi seperti obat-obatan, alkohol, dan penyakit autoimun, atau oleh adanya infeksi seperti hepatitis virus. Penyakit hati biasanya jarang terjadi pada wanita hamil, namun apabila timbul ikterus pada kehamilan, maka penyebabnya paling sering adalah hepatitis virus.
b.      Penyebab
Adapun ikterus pada kehamilan sebenarnya dapat disebabkan oleh beberapa keadaan :
1)      Ikterus yang terjadi oleh karena kehamilan.
a)      Perlemakan hati akut
b)      Toksemia
c)      Kolestatis Intrahepatik
2)      Ikterus yang terjadi bersama dengan suatu kehamilan.
a)      Hepatitis Virus
b)      Batu Empedu
c)      Penggunaan obat-obatan hepatotoksik
d)      Sirosis hati
Ikterus dapat timbul pada satu dari 1500 kehamilan, 41% di antaranya adalah hepatitis virus, 21% oleh karena kolestasis  intrahepatik, dan kurang dari 6% oleh obstruksi saluran empedu di luar hati.

c.       Fisiologi Hati dalam Kehamilan Normal
Pada kehamilan, hepar ternyata tidak mengalami pembesar-an. Hal ini bertentangan dengan penelitian pada binatang yang menunjukkan bahwa hepar membesar pada waktu kehamilan. Bila kehamilan sudah mencapai trimester ke III, sukar untukmelakukan palpasi pada hepar, karena hepar tertutup oleh pembesaran rahim. Oleh karena itu bila pada kehamilan tri-mester ke III hepar dapat dengan mudah diraba, berarti sudah terdapat kelainan-kelainan yang sangat bermakna.
Pada kehamilan normal, tes fisologi hati seperti bilirubin dan transaminase serum biasanya tidak menunjukkan kelainan. Ekskresi BSP biasanya normal, dapat sedikit terganggu pada trimester ke tiga. Peningkatan fosfatase alkali dalam serum dapat terjadi pada bulan ke sembilan kehamilan peningkatan ini disebabkan oleh produksi dari sinsisiotrofoblas dari plasenta.
Kolesterol serum total meningkat sejak bulan ke empat, biasanya mencapai puncaknya sekitar 250 mg% pada bulan ke delapan, dan jarang melebihi 400 mg%. Albumin  serum menurun sampai maksimal 1 g% dari keadaan sebelum hamil pada trimester ke tiga, yang biasanya berhubungan dengan status nutrisi orang hamil tersebut. Globulin meningkat, demikian pula fibrinogen. Dengan pemeriksaan elektroforesis protein serum penderita, tampak globulin alfa-2 dan beta meningkat, sedangkan globulin gama sedikit menurun.
Perubahan-perubahan mikroskopik pada hepar akibat keha-milan adalah tidak khas.Pengaliran darah ke dalam hepar tidak mengalami perubahan,meskipun terjadi perubahan yang sangat menyolok pada sistem kardio vaskuler .Wanita hamil sering menunjukkan tanda-tanda mirip adanyapenyakit-penyakit hepar, misalnya : spider naevi dan eritema palmari.
Adanya spider nevi dan eritema palmaris bukan disebabkan oleh gangguan faal hati, melainkan oleh karena estrogen yang  meningkat pada kehamilan; tanda-tanda ini dapat terjadi pada 2/3 wanita hamil yang berkulit putih, dan  sedikit pada kulit berwama. 
Pemeriksaan biopsi hati tidak menunjukkan kelainan, meskipun kadang-kadang tampak infiltrasi limfosit yang ringan pada daerah portal, dan pada pemeriksaan dengan mikroskop elektron terlihat peningkatan retikulum endoplasmik. Aliran darah ke hati juga tidak mengalami perubahan yang berarti.
Semua protein serum yang disintese dalam hepar akan mengalami perubahan pada waktu kehamilan. Jumlah protein serum menurun sekitar 20% pada trimester II, akibat penurunan kadar albumin secara menyolok, sedang fibrinogen justru mengalami kenaikan.

d.      Hepatitis virus pada Kehamilan
Pada wanita hamil kemungkinan untuk terjangkit hepatitis virus adalah sama dengan wanita tidak hamil pada usia yang sama. Sarjana lain mengatakan bahwa di negara sedang berkembang, wanita hamil lebih mudah terkena hepatitis virus, hal ini erat hubungannya dengan keadaan nutrisi dan higiene sanitasi yang kurang baik.
Hepatitis virus dapat timbul pada ketiga trimester kehamilan dengan angka kejadian yang sama; tetapi Siegler dan Keyser mendapatkan angka 9.5% hepatitis virus terjadi pada trimester I, 32% terjadi pada trimester II, dan 58,5% terjadi pada trimester  III.
Gambaran klinik, laboratorium, dan histopatologi adalah sama dengan penyakit hepatitis virus pada orang tidak hamil. 


e.      Gambaran Klinik
Penyakit ini biasanya memberikan keluhan demam, anoreksia, nyeri otot, gejala-gejala mirip flu (flu-like syndrome), mual atau muntah, serta nyeri perut, yang kemudian akan diikuti mata atau kulit berwarna kuning, serta buang air kecil akan berwarna kecoklatan. Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai ikterus dan hepatomegali, sedangkan splenomegali  hanya ditemukan pada 20–25% penderita. 

f.        Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium akan didapatkan gambaran kerusakan parenkim hati. Bilirubin serum meningkat, demikian pula, transaminase serum.

g.      Pemeriksaan Histopatologi
Pemeriksaan histopatologi menunjukkan nekrosis sel hati sentrilobuler, infiltrasi sel radang di segitiga portal, sedangkan kerangka retikulin masih baik.

h.      Diagnosis
Diagnosis hepatitis virus pada kehamilan ditegakkan atas dasar gambaran klinik dan laboratorik yang cukup khas, serta pemeriksaan petanda serologik dari virus hepatitis.
Dalam membuat diagnosis,perlu dibedakan dengan penyakit lain seperti batu saluran empedu, mononukleosis infeksiosa, leptospirosis, dan penyakit ikterus obstruktif lainnya. Adanya ikterus yang berat, bilirubin dan transaminase serum yang  sangat tinggi, leukositosis, suhu tubuh meningkat, kesadaran yang menurun sampai koma, defisiensi faktor pembekuan  darah, serta tanda-tanda perdarahan, menggambarkan adanya nekrosis sel parenkim hati yang luas, dan menunjukkan adanya suatu hepatitis virus tipe fulminan.

i.        Pengelolaan
Pengelolaan secara konservatif adalah terapi pilihan untuk penderita hepatitis virus pada kehamilan. Penderita harus tirah baring di rumah sakit sampai gejala ikterus hilang dan bilirubin serum menjadi normal, makanan yang diberikan menzandung kaya kalori dan protein. Obatobat hepatotoksik harus dihindari, termasuk alkohol dan obatobat yang diekskresi dan dikonjungasi di hati. Obat-obat yang hepatotoksik antara lain adalah klorpromasin, derivat fenotiasin, eritromisin estolat, PAS, halotan, klorpropamid, thiourasil, dan nitrofurantoin.
Bila diduga akan terjadi perdarahan pasca persalinan karena defisiensi faktor pembekuan darah, perlil diberikan vitamin K dan transfusi plasma. Keseimbangan cairan dan elektrolit harus diperhatikan.  
Apabila terdapat tanpa-tanda menjurus ke arah hepatitis fulminan, diit penderita harus diganti dengan rendah atau tanpa protein; tindakan sterilisasi usus perlu dilakukan untuk mencegah timbulnya amoniak yang berlebihan.  Beberapa penelitian terakhir menunjukkan bahwa pemakaian kortikosteroid pada hepatitis fulminan tidak bermanfaat sama sekali.
Hepatitis virus pada kehamilan bukan merupakan indikasi untuk tindakan terminasi kehamilan, dan tindakan anestesi serta pembedahan akan menambah morbiditas dan mortalitas penderita.

j.        Prognosis
Prognosis tergantung pada status nutrisi penderita.4 Untuk hepatitis fulminan prognosis biasanya jelek, angka kematian mencapai lebih dari 85%.

k.      Pengaruh Hepatitis pada Kehamilan dan Janin
Bila hepatitis virus terjadi pada trimester I atau permulaan trimeseter II maka gejala-gejala nya akan sama dengan gejala hepatitis virus pada wanita tidak hamil. Meskipun gejala-gejala yang timbul relatif lebih ringan dibanding dengan gejala-gejala yang timbul pada trimester III, namun penderita hendaknya tetap dirawat di rumah sakit.
Hepatitis virus yang terjadi pada trimester III, akan menimbulkan gejala-gejala yang lebih berat dan penderita umumnya me-nunjukkan gejala-gejala fulminant. Pada fase inilah acute hepatic necrosis sering terjadi, dengan menimbulkan mortalitasIbu yang sangat tinggi, dibandingkan dengan penderita tidak hamil. Pada trimester III, adanya defisiensi faktor lipo tropikdisertai kebutuhan janin yang meningkat akan nutrisi, menyebabkan penderita mudah jatuh dalam acute hepatic necrosis Tampaknya keadaan gizi ibu hamil sangat menentukan prognose.
Penyelidik lain juga menyimpulkan, bahwa berat ringan gejala hepatitis virus pada kehamilan sangat tergantung darikeadaan gizi Ibu hamil. Gizi buruk khususnya defisiensi protein, ditambah pula me-ningkatnya kebutuhan protein untuk pertumbuhan janin,menyebabkan infeksi hepatitis virus pada kehamilan memberi gejala-gejala yang jauh lebih berat.Pengaruh kehamilan terhadap berat ringannya hepatitis virus,telah diselidiki oleh ADAM, yaitu dengan cara mencari hubungan antara perubahan-perubahan koagulasi pada kehamilan dengan beratnya gejala-gejala hepatitis virus. Diketahuibahwa pada wanita hamil, secara fisiologik terjadi perubahan-perubahan dalam proses pembekuan darah, yaitu dengan ke-naikan faktor-faktor pembekuan dan penurunan aktivitasfibrinolitik, sehingga pada kehamilan mudah terjadi DIC(Disseminated Intra Vascular Coagulation).
Dalam penelitianini terbukti bahwa DIC tidak berperan dalam meningkatkanberatnya hepatitis virus pada kehamilan.Tetapi sebaliknya, bila sudah terjadi gejala-gejala hepatitisvirus yang fulminant, barulah DIC mempunyai arti.Hepatitis virus pada kehamilan dapat ditularkan kepada ja-nin, baik in utero maupun segera setelah lahir. Penularan virus ini pada janin, dapat terjadi dengan beberapa cara, yaitu :
1)      Melewati placenta
2)      Kontaminasi dengan darah dan tinja Ibu pada waktu persalinan
3)      Kontak langsung bayi baru lahir dengan Ibunya
4)      Melewati Air Susu Ibu, pada masa laktasi. Adanya kebocoran plasenta yang menyebabkan tercampurnya darah ibu dengan darah fetus
5)      Tertelannya cairan amnion yang terinfeksi
6)      Adanya abrasi pada kulit selama persalinan yang menjadi tempat masuknya virus
7)      Tertelannya darah selama persalinan
8)      Penularan melalui selaput lendir.
Baik virus A maupun virus B dapat menembus placenta, sehingga terjadi hepatitis virus in utero dengan akibat janin lahir mati, atau janin mati pada periode neonatal. Jenis virus yang lebih banyak dilaporkan dapat menembus placenta, ialah virus type B. Beberapa bukti, bahwa virus hepatitis dapat menembus placenta, ialah ditemukannya hepatitis antigen dalam tubuh janin in utero atau pada janin barulahir. Selain itu telah dilakukan pula autopsy pada janin-janin yang mati pada periode neonatal akibat infeksi hepatitis virus. Hasil autopsy menunjukkan adanya perubahan-perubahan pada hepar, mulai dari nekrosis sel-sel hepar sampai suatubentuk cirrhosis.
Perubahan-perubahan yang lanjut pada heparini, hanya mungkin terjadi bila infeksi sudah mulai terjadi sejak janin dalam rahim. Kelainan yang ditemukan pada hepar janin, lebih banyak terpusat pada lobus kiri. Hal ini membuktikan, bahwa penyebaran virus hepatitis dari Ibu ke janin dapat terjadi secarahematogen.Angka kejadian penularan virus hepatitis dari Ibu ke janinatau bayinya, tergantung dari tenggang waktu antara timbulnya infeksi pada Ibu dengan saat persalinan. Angka tertinggididapatkan, bila infeksi hepatitis virus terjadi pada kehamilantrimester III.
Meskipun pada Ibu-Ibu yang mengalami hepatitis virus pada waktu hamil, tidak memberi gejala-gejala icterus pada bayi-nya yang baru lahir, namun hal ini tidak berarti bahwa bayi yang baru lahir tidak mengandung virus tersebut.Ibu hamil yang menderita hepatitis virus B dengan gejala-gejala klinik yang jelas, akan menimbulkan penularan pada janinnya jauh lebih besar dibandingkan dengan Ibu-Ibu hamil yanghanya merupakan carrier tanpa gejala klinik.
Dilaporkan bahwa Ibu hamil yang mengalami hepatitis virus B, dengan gejala yang jelas, 48% dari bayinya terjangkit hepatitis, sedang pada Ibu-lbu hamil yang hanya sebagai carrier Hepatitis Virus B antigen, hanya 5% dari bayinya mengalami viru sB antigenemia. Meskipun hepatitis virus, belum jelas pengaruhnya terhadapkelangsungan kehamilan, namun dilaporkan bahwa kelahiranprematur terjadi pada 66% kehamilan yang disertai hepatitis virus B. Adanya icterus pada Ibu hamil tidak akan menimbulkan kern-icterus pada janin. Kem icterus terjadi akibat adanya unconjugated bilirubin yang melewati placenta dari Ibu-Ibu hamil yang mengalami hemolitik jaundice.
Bila penularan hepatitis virus pada janin terjadi pada waktupersalinan maka gejala-gejalanya baru akan nampak dua sampai tiga bulan kemudian. Sampai sekarang belum dapat dibuktikan, bahwa hepatitisvirus pada Ibu hamil dapat menimbulkan kelainan kongenital pada janinnya. Pada pemeriksaan placenta, dari kehamilan yang disertai hepatitis virus, tidak dijumpai perubahan-perubahan yang menyolok, hanya ditemukan bercak-bercak bilirubin. Bila terjadi penularan virus B in utero, maka keadaan ini tidakmemberikan kekebalan pada janin dengan kehamilan berikutnya.
Bayi yang lahir dari ibu dengan hepatitis B akut maupun kronik, perlu diberi pengobatan imunoprofilaksis.

l.        Pengobatan
Pengobatan infeksi hepatitis virus pada kehamilan tidak berbeda dengan wanita tidak hamil. Penderita harus tirah baring di rumah sakit sampai gejala icterus hilang dan bilirubin dalam serum menjadi normal. Makanan diberikan dengan sedikit mengandung lemak tetapitinggi protein dan karbohydrat. Pemakaian obat-obatan hepatotoxic hendaknya dihindari.Kortison baru diberikan bila terjadi penyulit.
Perlu diingat pada hepatitis virus yang aktip dan cukup berat, mempunyai risiko untuk terjadi perdarahan post-partum, karena menurun-nya kadar vitamin K. Janin baru lahir hendaknya tetap diikuti sampai periode post natal dengan dilakukan pemeriksaantransaminase serum dan pemeriksaan hepatitis virus antigensecara periodik. Janin baru lahir tidak perlu diberi pengobatankhusus bila tidak mengalami penyulit-penyulit lain.

m.    Pencegahan
Semua Ibu hamil yang mengalami kontak langsung dengan penderita hepatitis virus A hendaknya diberi immuno globulinsejumlah 0,1 cc/kg. berat badan. Gamma globulin ternyata tidak efektif untuk mencegah hepatitis virus B. Terhadap bayi baru lahir dari ibu penderita hepatitis virus B, imunisasi pasif dengan menggunakan Immunoglobulin Hepatitis B (HBIG) diberikan untuk mendapatkan antibodi secepat nya guna memerangi virus hepatitis B yang masuk; selanjutnya disusul dengan imunisasi aktif dengan memakai vaksin.
HBIG diberikan selambat-lambatnya 24 jam pasca persalinan, kemudian vaksin Hepatitis B diberikan selambat-lambatnya 7 hari pasca persalinan. Dianjurkan HBIG dan vaksin Hepatitis B diberikan segera setelah persalinan (masing-masing pada sisi yang berlawanan) untuk mencapai efektivitas yang lebih tinggi.
Dosis HBIG yang dianjurkan adalah 0,5 ml i.m. waktu lahir; sedangkan untuk vaksin dari MSD misalnya diberikan 10 ug (0,5 ml) i.m. bulan 0,1 dan 6 atau vaksin dari Pasteur 5 ug (1 ml) bukan 0, 1, 2 dan 12.
Selain itu, gizi Ibu hamil hendaknya dipertahankan seoptimal mungkin, karena gizi yang buruk mempermudah penularan hepatitis virus.Untuk kehamilan berikutnya hendaknya diberi jarak sekurang-kurangnya enam bulan setelah persalinan, dengan syarat setelah 6 bulan tersebut semua gejala dan pemeriksaan laborato-rium telah kembali normal.Setelah persalinan, pada penderita hendaknya tetap dilakukan pemeriksaan laboratorium dalam waktu dua bulan, empat bulan dan enam bulan kemudian.


B.     Kehamilan Dengan Penyakit Menular Seksual (PMS)
1.        Gonorhoe
a.      Definisi
Penyakit ini mempunyai insidens yang tinggi dibanding penyakit menular seksual lainnya. Nama awam penyakit kelamin ini adalah “kencing nanah”. Selama beberapa abad, bermacam nama telah digunakan untuk mendeskripsikan infeksi yang disebabkan oleh N. gonorrhoeae ini, diantaranya; ‘strangury’ yang digunakan oleh Hipocrates, penamaan gonore sendiri diberikan oleh Galen (130 SM) untuk menggambarkan eksudat uretra yang sifatnya seperti aliran air mata (flow of seed) dan M. Neisser, dikenalkan oleh Albert Neisser, yang menemukan mikroorganisme tersebut pada tahun 1879 dari pewarnaan apusan yang diambil dari vagina, uretra dan eksudat konjungtiva. Kultur dari bakteri N. gonorrhoeae dilaporkan pertama kali oleh Leistikow dan Loffler pada tahun 1882 dan dikembangkan pada tahun 1964 oleh Thayer dan Martin yang menemukan tempat biakan selektif pada media agar khusus. Media Thayer-Martin merupakan media yang selektif untuk mengisolasi gonokok. Mengandung vankomisin untuk menekan pertumbuhan kuman positif-Gram, kolimestat untuk menekan pertumbuhan bakteri negatif-Gram dan nistatin untuk menekan pertumbuhan jamur.
Gonorrhoeae tidak mengenal ras, sosial ekonomi atau kondisi geografis. Laki-laki, wanita baik dewasa maupun anak-anak dapat tertular penyakit ini. Penyebaran infeksi ini secara global didukung oleh kebiasaan manusia berpindah tempat yang turut meningkatkan faktor resisten.
Pada wanita hamil masa tunas sulit untuk ditemukan karena pada umumnya asimtomatik, gejala awal bisa timbul pada waktu 7-21 hari setelah terinfeksi. Penyakit akut atau kronik jarang ditemukan gejala subjektif dan objektifnya. Infeksi pada wanita, pada mulanya henya mengenai serviks uteri. Dengan keluhan kadang-kadang menimbulkan rasa nyeri pada panggul bawah, demam, keluarnya cairan dari vagina, nyeri ketika berkemih dan desakan untuk berkemih. Pada pemeriksaan serviks tampak merah dengan erosi dan sekret mukopurulen, duh tubuh akan terlihat lebih banyak, bila terjadi servitis akut.
Gonore adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae yang menginfeksi lapisan dalam uretra, leher rahim, rektum dan tenggorokan atau bagian putih mata (konjungtiva) dan bagian tubuh yang lain.

b.      Epidemiologi
Infeksi ini ditularkan melalui hubungan seksual, dapat juga ditularkan kepada janin pada saat proses kelahiran berlangsung. Walaupun semua golongan rentan terinfeksi penyakit ini, tetapi insidens tertingginya berkisar pada usia 15-35 tahun. Di antara populasi wanita pada tahun 2000, insidens tertinggi terjadi pada usia 15 -19 tahun (715,6 per 100.000) sebaliknya pada laki-laki insidens rata-rata tertinggi terjadi pada usia 20-24 tahun (589,7 per 100.000). Epidemiologi N. gonorrhoeae berbeda pada tiap – tiap negara berkembang. Di dunia diperkirakan terdapat 200 juta kasus baru setiap tahunnya.

c.       Etiologi
Gonore disebabkan oleh gonokok yang dimasukkan ke dalam kelompok Neisseria, sebagai Neisseria Gonorrhoeae. Gonokok termasuk golongan diplokok berbentuk biji kopi dengan lebar 0,8 u, panjang 1,6 u, dan bersifat tahan asam. Kuman ini juga bersifat negatif-Gram, tampak di luar dan di dalam leukosit, tidak tahan lama di udara bebas, cepat mati pada keadaan kering, tidak tahan suhu di atas 39 derajat C, dan tidak tahan zat desinfektan. Daerah yang paling mudah terinfeksi adalah dengan mukosa epitel kuboid atau lapis gepeng yang belum berkembang (imatur), yakni pada vagina wanita sebelum pubertas.

d.      Gambaran Klinik
Masa tunas sulit untuk ditemukan karena pada umumnya asimtomatik, gejala awal bisa timbul   pada waktu 7-21 hari setelah terinfeksi. Pada wanita, penyakit akut atau kronik jarang ditemukan gejala subjektif dan objektifnya. Infeksi pada wanita, pada mulanya henya mengenai serviks uteri. Keluhan: kadang-kadang menimbulkan rasa nyeri pada panggul bawah, demam, keluarnya cairan dari vagina, nyeri ketika berkemih dan desakan untuk berkemih. Pada pemeriksaan serviks tampak merah dengan erosi dan sekret mukopurulen, duh tubuh akan terlihat lebih banyak, bila terjadi servitis akut.

e.      Komplikasi pada Janin dan Bayi Baru Lahir
1)      Kebutaan, untuk mencegah kebutaan, semua bayi yang lahir di rumah sakit biasanya diberi tetesan mata untuk pengobatan gonore.
2)      Pembengkakan pada kedua kelopak matanya dan dari matanya keluar nanah
3)      Penyakit sistemik seperti meningitis dan arthritis sepsis pada bayi yang terinfeksi pada proses persalinan.

f.        Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis dan pemeriksaan pembantu. Serta biakan atau pemerikasaan gen hasilnya positif.

g.      Pengobatan
Pada wanita hamil tidak dapat diberikan obat golongan kuinolon dan tetrasiklin. Yang direkomendasikan adalah pemberian obat golongan sefalosporin (Seftriakson 250 mg IM sebagai dosis tunggal). Jika wanita hamil alergi terhadap penisilin atau sefalosporin tidak dapat ditoleransi sebaiknya diberikan Spektinomisin 2 gr IM sebagai dosis tunggal. Pada wanita hamil juga dapat diberikan Amoksisilin 2 gr atau 3 gr oral dengan tambahan probenesid 1 gr oral sebagai dosis tunggal yang diberikan saat isolasi N. gonorrhoeae yang sensitive terhadap penisilin. Amoksisilin direkomendasikan unutk pengobatan jika disertai infeksi C. trachomatis.

h.      Pencegahan
1)      Tidak melakukan hubungan seksual baik vaginal, anal dan oral dengan orang yang terinfeksi
2)      Pemakaian Kondom dapat mengurangi tetapi tidak dapat menghilangkan sama sekali risiko penularan penyakit ini
3)      Hindari hubungan seksual sampai pengobatan antibiotik selesai
4)      Sarankan juga pasangan seksual kita untuk diperiksa guna mencegah infeksi lebih jauh dan mencegah penularan
5)      Pengendalian penyakit menular seksual ini adalah dengan meningkatkan keamanan kontak seks dengan menggunakan upaya pencegahan.

2.        Sifilis
a.         Definisi
Sifilis kongenital adalah penyakit yang didapatkan janin dalam uterus dari ibunya yang menderita sifilis.  Infeksi sifilis terhadap janin dapat terjadi pada setiap stadium sifilis dan setiap masa kehamilan. Dahulu dianggap infeksi tidak dapat terjadi sebelum janin berusia 18 minggu, karena lapisan Langhans yang merupakan pertahanan janin terhadap infeksi masih belum atrofi. Tetapi ternyata dengan mikroskop elektron dapat ditemukanTreponema pallidum pada janin berusia 9-10 minggu.Sifilis kongenital dini merupakan gejala sifilis yang muncul pada dua tahun pertama kehidupan anak, dan jika muncul setelah dua tahun pertama kehidupan anak disebut dengan sifilis kongenital lanjut.

b.      Epidemiologi
Sifilis terdistribusi di seluruh dunia, dan merupakan masalah yang utama pada Negara berkembang. Dilihat dari usia, kasus sifilis banyak ditemukan pada orang dengan rentang usia 20-30 tahun. Empat puluh persen wanita hamil dengan sifilis dini yang tidak diobati, akan mengakibatkan penularan pada janin.

c.       Etiologi
Pada tahun 1905 penyebab sifilis ditemukan oleh Sshaudinn dan Hoffman ialah Treponema pallidum, yang termasuk ordo Spirochaetales, familia Spirochaetaceae dan genus Treponema. 3Bentuk seperti spiral teratur, panjangnya antara 6-15 um, lebar 0,15 um, terdiri empat dari delapan sampai dua puluh empat lekukan. Gerakannya berupa rotasi sepanjang aksis dan maju seperti gerakan pembuka botol. Membiak secara pembelahan melintang, pada stadium aktif terjadi setiap tiga puluh jam. Pembiakan pada umumnya tidak dapat dilakukan di luar badan. Di luar badan kuman tersebut cepat mati, sedangkan dalam darah untuk transfusi dapat hidup tujuh puluh dua jam. Dengan strategi hampir selalu menular ke korban baru melalui persetubuhan atau seks oral, makhluk kecil ini masuk melalui kulit, dari sana ia menyebar dengan ganas. Biasanya berhasil masuk  kedalam aliran darah dan dalam 1 minggu mereka sudah menyebar keseluruh tubuh.

d.      Patogenesis
Sifilis dapat ditularkan oleh ibu pada waktu persalinan, namun sebagian besar kasus sifilis kongenital merupakan akibat penularan in utero. Resiko sifilis kongenital berhubungan langsung dengan stadium sifilis yang diderita ibu semasa kehamilan. Lesi sifilis congenital biasanya timbul setelah 4 bulan in utero pada saat janin sudah dalam keadaan imunokompeten. Penularan inutero terjadi transplasental, sehingga dapat dijumpai Treponema pallidum pada plasenta, tali pusat, serta cairan amnion.
Treponema pallidum melalui plasenta masuk ke dalam peredaran darah janin dan menyebar ke seluruh jaringan. Kemudian berkembang biak dan menyebabkan respons peradangan selular yang akan merusak janin. Kelainan yang timbul dapat bersifat fatal sehingga terjadi abortus atau lahir mati atau terjadi gangguan pertumbuhan pada berbagai tingkat kehidupan intrauterine maupun ekstrauterin.

n.      Prognosis
Prognosis pada ibu hamil dengan sifilis buruk, jika tidak dilakukan penanganan yang tepat akan berdampak buruk baik si ibu maupun untuk janin yang dikandungnya.

o.      Gejala Subjektif dan Objektif
Secara umum manifestasi klinik dari penyakit sifilis yaitu : keluarnya cairan dari vagina dan dubur dari biasanya. Dapat berwarna putih susu, kekuningan , kehijauan , atau disertai bercak darah dan bau yang tidak enak perih, nyeri atau panas setelah BAK atau sering BAK.
Adanya luka terbuka (luka besar sekitar alat kemaluan atau mulut) dapat terasa nyeri atau tidak , tumbuh seperti jengger ayam atau tumbuh disekitar kemaluan.
Secara khusus manifestasi klinik dari penyakit sifilis antara lain:
1)      Sifilis stadium 1 : terjadi efek primer berupa papul tidak nyeri sekitar 3 minggu kemudian. Terjadi penjalaran ke kelenjar inguinal medial. Timbul lesi pada alat kelamin ekstra genital seperti bibir, lidah, tonsil puting susu, jari dan anus misalnya pada penularan ekstrakoital.
2)      Sifilis stadium 2 : gejala konstitisi seperti nyeri kepala subfebris, anoreksia , nyeri pada tulang, leher timbul macula, papula, pustule, dan rupia. Kelainan selaput lendir, limfa denitis yang generalisata.
3)      Sifilis stadium 3 : terjadi setelah 3 sampai 7 tahun infeksi guma dapat timbul pada semua jaringan dan organ , membentuk nekrosis sentral juga ditemukan diorgan dalam, yaitu lambung , paru-paru. Nodus dibawah kulit dapat berskuma tidak nyeri.
Sifilis kongenital, pada kondisi dini dapat muncul beberapa minggu (3 minggu) setelah bayi dilahirkan. Kelainan berupa : pemfigus, sifilitika, papula, scuma, sekret hidung yang sering bercampur darah, adanya oesteo kondritis pada foto roentgen.
Kondisi lanjut dapat terjadi pada usia 2 tahun lebih. Pada 7 sampai 9 tahun dengan adanya keratitis, intersial (menyebabkan kebutaan) ketulian,gigi,varises perporasi paratum durum, serta kelainan tulang tibia dan frontalis.

p.      Diagnosis
Diagnosis pasti pada sifilis kongenital ditegakan dengan identifikasi T.pallidum. Selain itu, sifilis kongenital dapat didiagnosis berdasarkan pemeriksaan antepartum dan pada bayi lahir mati. Untuk pemeriksaan pada janin dapat digunakan ultrasonografi (USG). Pada pemeriksaan USG dapat dijumpai penebalan kulit, penebalan plasenta, hepatosplenomegali dan hidramnion. Pemeriksaan ini dilengkapi dengan pemeriksaan cairan amnion untuk mencari adanya treponema. Identifikasi T. pallidum dengan pemeriksaan mikroskop lapagan gelap atau imunofluoresensi dapat dilakukan apabila dijumpai secret hidung, mucous patches, lesi vesiko bulosa atau kondiloma lata.
Namun, cara konvensional untuk pengambilan specimen tidak sensitive dan merupakan prosedur invasive, sehingga sulit dilakukan dan hanya dilakukan pada bayi dengan lesi luas. Selain itu, terdapat beberapa kendala yang menyebabkan identifikasi T.pallidum sulit dilakukan untuk menegakkan diagnosis sifilis kongenital.

q.      Penatalaksanaan
Pengobatan sifilis kongenital terbagi menjadi pengobatan pada ibu hamil dan pengobatan pada bayi. Penisilin masih tetap merupakan obat pilihan untuk pengobatan sifilis, baik sifilis didapat maupun sifilis kongenital. Pada wanita hamil, tetrasiklin dan doksisiklin merupakan kontraindikasi. Penggunaan sefriakson pada wanita hamil belum ada data yang lengkap. Pengobatan sifilis pada kehamilan di bagi menjadi tiga, yaitu :
1)      Sifilis dini (primer, sekunder, dan laten dini tidak lebih dri 2 tahun).Benzatin penisilin G 2,4 juta unit satu kali suntikan IM, atau penisilin G prokain dalamaquadest 600.000 unit IM selama 10 hari.
2)      Sifilis lanjut (lebih dari 2 tahun, sifilis laten yang tidak diketahui lama infgeksi, sifilis kardiovaskular, sifilis lanjut benigna, kecuali neurosifilis) Benzatin penisilin G 2,4 juta unit, IM setiap minggu, selama 3 x berturut-turut, atau dengan penisilin G prokain 600.000 unit IM setiap hari selama 21 hari.

3)      Neurosifilis
Bezidin penisilin 6-9 MU selama 3-4 minggu. Selanjutnya dianjurkan pemberian benzil penisilin 2-4 MU secara IV setiap 4 jam selama 10 hari yang diikuti pemberian penisilinlong acting, yaitu pemberian benzatin penisilin G 2,4 juta unit IM sekali seminggu selama 3 minggu, atau penisilin G prokain 2,4 juta unit IM + prebenesid 4 x 500 mg/hari selama 10 hari yang diikuti pemberian benzatin penisilin G 2,4 juta unit IM sekali seminggu selama 3 minggu.

3.        HIV/AIDS
a.         Etiologi
Virus penyebab defisiensi imun yang dikenal dengan nama Human Immunodeficiency Virus (HIV) ini adalah suatu virus RNA dari famili Retrovirusdan subfamily Lentiviridae. Sampai sekarang baru dikenal dua serotype HIV yaitu HIV-1 dan HIV-2 yang juga disebut lymphadenopathy associated virus type-2(LAV-2) yang sampai sekarang hanya dijumpai pada kasus AIDS atau orang sehat di Afrika. Spektrum penyakit yang menimbulkannya belum banyak diketahui. HIV-1, sebagai penyebab sindrom defisiensi imun (AIDS) yang tersering, dahulu dikenal juga sebagai human T cell-lymphotropic virus type III (HTLV-III),lymphadenipathy-associated virus (LAV) dan AIDS-associated virus.
                  Secara morfologik, virus ini berbentuk bulat, terdiri dari bagian inti (core)yang berbentuk silindris dan selubung (envelope) yang berstruktur lipid bilayer yang membungkus bagian core, dimana didalam core ini terdapat RNA virus ini. Karena informasi genetik virus ini berupa RNA, maka virus ini harus mentransfer informasi genetiknya yang berupa RNA menjadi DNA sebelum diterjemahkan menjadi protein-protein. Dan untuk tujuan ini HIV memerlukan enzim reverse transkriptase.

b.      Patofisiologi
Setelah masuk ke dalam tubuh, HIV akan menempel pada sel yang mempunyai molekul CD4 pada permukaannya. Molekul CD4 ini mempunyai afinitas yang sangat besar terhadap HIV, terutama terhadap molekul gp 120 dari selubung virus. Diantara sel tubuh yang memiliki CD4, sel limfosit T memiliki molekul CD4 yang paling banyak. Oleh karena itu, infeksi HIV dimulai dengan penempelan virus pada limfosit T. Setelah penempelan, terjadi diskontinuitas dari membran sel limfosit T yang disebabkan oleh protein gp41 dari HIV, sehingga seluruh komponen virus harus masuk ke dalam sitoplasma sel limfosit-T, kecuali selubungnya.
Setelah masuk ke dalam sel, akan dihasilkan enzim reverse transcriptase. Dengan adanya enzim reverse transcriptase, RNA virus akan diubah menjadi suatu DNA. Karena reverse transcriptase tidak mempunyai mekanismeproofreading (mekanisme baca ulang DNA yang dibentuk) maka terjadi mutasi yang tinggi dalam proses penerjemahan RNA menjadi DNA ini. Dikombinasi dengan tingkat reproduktif virus yang tinggi, mutasi ini menyebabkan HIV cepat mengalami evolusi dan sering terjadi resistensi yang berkelanjutan terhadap pengobatan.

c.       Cara Penularan
Penularan HIV dapat terjadi melalui hubungan seksual, secara horizontal maupun vertikal (dari ibu ke anak).
a.         Melalui hubungan seksual
Baik secara vaginal, oral ataupun anal dengan seorang pengidap. Ini adalah cara yang umum terjadi, meliputi 80-90% dari total kasus sedunia. Lebih mudah terjadi penularan bila terdapat lesi penyakit kelamin dengan ulkus atau peradangan jaringan seperti herpes genitalis, sifilis, gonore. Resiko pada seks anal lebih besar dibandingkan seks vaginal dan resiko juga lebih besar pada yang reseptive daripada yang insertie. Diketahui juga epitel silindris pada mukosa rektum, mukosa uretra laki-laki dan kanalis servikalis ternyata mempunyai reseptor CD4 yang merupakan target utama HIV.
b.      Transmisi horisontal (kontak langsung dengan darah/produk darah/jarum suntik):
a)      Tranfusi darah/produk darah yang tercemar HIV, resikonya sekitar 0,5-1% dan telah terdapat 5-10% dari total kasus sedunia. 
b)      Pemakaian jarum tidak steril/pemakaian bersama jarum suntik pada para pecandu narkotik suntik. Resikonya sangat tinggi sampai lebih dari 90%. Ditemukan sekitar 3-5% dari total kasus sedunia.
c)      Penularan lewat kecelakaan tertusuk jarum pada petugas kesehatan. Resikonya sekitar kurang dari 0,5% dan telah terdapat kurang dari 0,1% dari total kasus sedunia.

c.       Infeksi HIV secara vertikal terjadi pada satu dari tiga periode berikut :
a)      Intra uterin : Terjadi sebelum kelahiran atau pada masa awal kehamilan sampai trisemester kedua, yang mencakup kira-kira 30-50% dari penularan secara vertikal. Janin dapat terinfeksi melalui transmisi virus lewat plasenta dan melewati selaput amnion, khususnya bila selaput amnion mengalami peradangan atau infeksi.
b)      Intra partum : Transmisi vertikal paling sering terjadi selama persalinan, kurang lebih 50-60%, dan banyak faktor-faktor mempengaruhi resiko untuk terinfeksi pada periode ini. Secara umum, semakin lama dan semakin banyak jumlah kontak neonatus dengan darah ibu dan sekresi serviks dan vagina, maka semakin besar resiko penularan. Bayi prematur dan BBLR mempunyai resiko terinfeksi lebih tinggi selama persalinan karena barier kulitnya yang lebih tipis dan pertahanan imunologis pada mereka lebih lemah.
c)      Post partum : Bayi baru lahir terpajan oleh cairan ibu yang terinfeksi dan bayi dapat tertular melalui pemberian air susu ibu yang terinfeksi HIV kira-kira 7-22%.
Lebih dari 90% penularan HIV dari ibu ke anak terjadi selama dalam kandungan, persalinan dan menyusui.

d.      Masa Inkubasi
Masa inkubasi adalah waktu terjadinya infeksi sampai munculnya gejala pertama pada pasien. Pada infeksi HIV hal ini sulit diketahui. Dari penelitian pada sebagian besar kasus dikatakan masa inkubasi rata-rata 5-10 tahun, dan bervariasi sangat lebar, yaitu antara 6 bulan sampai lebih dari 10 tahun. rata-rata 21 bulan pada anak-anak dan 60 bulan pada orang dewasa walaupun belum ada gejala, tetapi yang bersangkutan telah dapat menjadi sumber penularan.







BAB III
PEMBAHASAN
RUBELLA DALAM KEHAMILAN
Rubella yang sering disebut orang dengan Campak Jerman merupakan jenis penyakit menular yang disebabkan oleh virus. Rubella dapat menyerang siapa saja tidak pandang bulu. Bisa menyerang orang tua, remaja, anak – anak, bahkan bayi sekalipun. Sebenarnya Rubella ditemukan oleh Sir Norman Greg dari Eropa sejak tahun 1941, namun baru dapat disosialisasikan pada tahun 1962. Walaupun penderita Rubella tidak menampakkan gejala klinis 14-21 hari, namun virus ini sebetulnya telah berada di beberapa tempat misalnya tenggorokan, bulu hidung, air seni, dan kotoran manusia.
Sebanyak 50% lebih ibu hamil yang mengalami Rubella tidak merasa apa-apa. Sebagian lain mengalami demam, tulang ngilu, kelenjar belakang telinga membesar dan agak nyeri. Setelah 1-2 hari muncul bercak-bercak merah seluruh tubuh yang hilang dengan sendirinya setelah beberapa hari. Dokter tentunya juga tidak curiga bila tidak mendapat laporan dari ibu. Walaupun ibu tidak merasa apa-apa, tetapi akibatnya dapat fatal bagi janin.
Berdasarkan data dari WHO, paling tidak 236.000 kasus Sindrom Rubella Kongenital terjadi setiap tahun di negara-negara berkembang dan dapat meningkat 10 kali lipat pada saat terjadi epidemi.
Rubella yang sangat berbahaya bagi ibu hamil. Virusnya ini memang tidak hanya menyerang ibu hamil, tetapi efek yang diakibatkan virus ini patut diwaspadai oleh ibu hamil karena bisa menyebabkan keguguran, terganggunya perkembangan pada janin, hingga terjadinya kelainan saat proses kelahiran. Dan terakhir, ada dugaan sementara bahwa Virus Rubella yang menyerang ibu hamil dapat menyebabkan anak mengalami autisme.
Penyakit ini biasanya menyerang pada bagian saluran pernafasan atau di dalam tenggorokan. Cara penularannya bisa lewat udara, ludah, kontak kulit, dan dapat juga lewat kotoran manusia.
Virus Rubella sangat berbahaya bila menyerang ibu hamil karena bisa mengakibatkan keguguran. Bila ibu hamil yang belum kebal terserang virus Rubella saat hamil kurang dari 4 bulan, maka akan terjadi berbagai cacat berat pada janin. Kalau tidak keguguran sebagian besar bayi yang dilahirkan bisa terkena penyakit katarak pada lensa mata, tuli, hidrosefalus, microsefalus, hypoplasia (gangguan pertumbuhan organ tubuh seperti jantung, para – paru, dan limpa). Bisa juga menyebabkan berat bayi tidak normal, keterbelakangan mental, hepatitis, radang selaput otak, radang iris mata dan beberapa jenis penyakit lainnya. 
Pengobatan virus rubella, untuk itu sebelum merencanakan kehamilan ada baiknya Anda mendeteksi terlebih dahulu ada tidaknya virus ini dalam tubuh dengan melakukan serangkaian tes yang disebut tes TORCH. Namun bagi seorang ibu yang sudah terkena Virus Rubella sebelum hamil maka ketika hamil ia malah memiliki kekebalan tubuh terhadap virus tersebut, kekebalan tubuh si ibu terhadap Virus Rubella itu akan ikut masuk ketubuh janin dengan begitu, janin tidak akan terkena Rubella hingga kemudian si anak lahir dan berusia satu tahun.











BAB IV
PENUTUP
A.     Kesimpulan
“Rubella” atau dikenal juga dengan nama Campak Jerman adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus Rubella. Virus biasanya menginfeksi tubuh melalui pernapasan seperti hidung dan tenggorokan. Infeksi virus Rubella merupakan penyakit ringan pada anak dan dewasa, tetapi apabila terjadi pada ibu yang sedang mengandung virus ini dapat menembus dinding plasenta dan langsung menyerang janin.
Hepatitis atau radang hati, satu jenis penyakit hati yang paling sering dijumpai di antara penyakit – panyakit lain yang menyerang hati. Penyakit ini terutama disebabkan oleh virus dan ditandai oleh perubahan warna kulit dan bagian putih mata (sclera) menjadi kekuningan. Warna kuning tersebut timbul karena adanya pengendapan pigmen bilirubin, yang bersal dari cairan empedu. Warna air kencing penderita pun menjadi kuning atau bahkan kecoklatan seperti air teh.
Gonore atau Kencing Nanah adalah salah satu penyakit menular seksual (PMS) yang berlangsung dalam tempo singkat (akut). Penyakit ini disebabkan oleh kuman Neisseria gonorrhoeae, yakni kuman berbentuk mirip kopi (diplococcus).
Virus penyebab defisiensi imun yang dikenal dengan nama Human Immunodeficiency Virus (HIV) ini adalah suatu virus RNA dari famili Retrovirus dan subfamily Lentiviridae. Sampai sekarang baru dikenal dua serotype HIV yaitu HIV-1 dan HIV-2 yang juga disebut lymphadenopathy associated virus type-2 (LAV-2) yang sampai sekarang hanya dijumpai pada kasus AIDS atau orang sehat di Afrika. Spektrum penyakit yang menimbulkannya belum banyak diketahui.

B.     Saran
1.        Agar penyakit Penyakit infeksi dalam kehamilan dapat dicegah hendaknya ditingkatkan upaya konseling melalui program KIE kepada masyarakat luas khususnya mereka yang mempunyai risiko tinggi. Sehingga masyarakat menyadari bahaya yang ditimbulkan dari penyakit tersebut.
2.        Hendaknya kita menjaga agar diri kita bisa terbebas dari penyakit ini, serta petugas kesehatan dapat memberikan penyuluhan dengan penekanan pada aspek perubahan perilaku.


DAFTAR PUSTAKA

Hans Tandra, Moh. Yogiantoro, Achmad Hassan, Widawati Soemarto, Hendra Rahardja. Hepatitis Virus tipe Fulminan pada kehamilan. Acta Media Indon 1988; XX : 3.
Majoer, Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta. Media Aesculapius. FKUI.
Mochtar, Rustam. Prof. DR. 1989. Sypnosis Obstetrik : Obstetrik Patologi. Edisi I. Jakarta : EGC
Manumba, Ida Bagus. 1993. Penuntun Kepanitraan Klinik Obstetrik dan Ginekologi. Jakarta : EGC
Prayetni. 1996. Asuhan Keperawatan Ibu dengan Gangguan Sistem Reproduksi. Jakarta. Depkes RI Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan.
Yunihastuti E, Wibowo N, Djauzi S, Djoerban Z. Kelompok Studi Kasus AIDS FKUI/RSUPN dr.Ciptomangunkusumo. Infeksi HIV pada Kehamilan. 2003. FKUI. Jakarta (1 – 32).
http://creasoft.wordpress.com/2013/03/17/infeksi-pada-kehamilan

2 comments:

  1. I do not know if you would be interested in my case.Here is Dr Itua Contact Information,drituaherbalcenter@gmail.com Or mobile +2348149277967 He talk on Whatsapp too.
    I was treated for Hepatitis C genotype 2 commencing on january 14, 2017 I was treated with Dr Itua Herbal Medicine which he prepared and send to me Via EMS Courier service and I received it @ Ohio Post Office .I drink in two weeks as he instructed me to and I was cured.Just in two weeks,Isn’t that joyful.yes i’m happy and my heart fill with joy.
    I carry a high risk of Lymphoma relapse due to constant exposure to the hepatitis C virus.
    In order for me to have the maximum chance of a cure from my Non-Hodgkins Lymphoma the Hepatitis C must be treated in a timely manner or my life hangs in jeopardy. Dr Itua made my life meaningful again.And to my friend Nicky who directed me to Dr itua herbal center i forever debted to you my dear friend.Doctor Itua Assured me he can as well cured the following desease,HIV,COPD,DIABETES,HERPES VIRUS,HEPATITIS,

    ReplyDelete